Iklim adalah variabel kuantitas dan ukuran rata-rata yang relevan seperti temperatur, curah hujan, dan angin pada periode waktu tertentu. Iklim dapat berubah secara terus menerus karena interaksi antara komponen-komponennya dan faktor eksternal seperti variasi sinar matahari, erupsi vulkanik, dan faktor-faktor yang disebabkan oleh kegiatan manusia seperti perubahan pengunaan lahan dan penggunaan bahan bakar fosil (Ditjen PPI KHLK, 2017).
Ahli meteorologi, klimatologi dan geofisika meyakini perubahan iklim telah melanda. Dugaan utama pemicu perubahan iklim utamannya sendiri adalah aktivitas manusia. (Embun Bening, 2017).
Definisi perubahan iklim
United Nations Framework Convention on Climate Change, sebuah lembaga khusus di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan perubahan iklim disebabkan baik secara langsung atau tidak langsung akibat aktivitas manusia komposisi atmosfer global berubah dan variabilitas iklim alami pada periode waktu yang dapat diperbandingkan (UNFCCC, 2017).
Komposisi atmosfer global yang dimaksud ialah Gas Rumah Kaca (GRK). Gas rumah kaca terdiri dari Karbon Dioksida, Metana, Nitrogen, dan sebagainya. Pada dasarnya, tujuan Gas Rumah Kaca untuk menjaga suhu bumi agar tetap stabil. Namun, meningkatnya konsentrasi Gas Rumah kaca membuat lapisan atmosfer semakin tebal.
Pemanasan global terjadi karena suhu bumi naik akibat dari panas bumi yang terperangkap di lapisan atmosfer. Perubahan iklim merupakan proyeksi keberlanjutan dari permasalahan pemanasan global yang dialami oleh umat manusia (Tahir, 2017).
Suhu permukaan global telah meningkat antara 0,18–0,74 °C dalam satu abad terakhir. Menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), suhu rata-rata udara di Indonesia naik sebesar 0,5 °C.
Kedepan, pemanasan global dan perubahan iklim akan semakin menjadi sebuah permasalahan yang sangat mengerikan. Karena menurut data dari Bappenas, jika dibandingkan dengan periode tahun 1961 hingga 1990, suhu di Indonesia diproyeksikan rata-rata meningkat 0,8°C hingga 1,0°C antara tahun 2020 hingga 2050.
Menilik model iklim milik Intergovernmental Panel on Climate Change yang menunjukkan suhu permukaan global akan mengalami peningkatan antara 1,1°C hingga 6,4°C selama abad ke dua puluh satu. Peningkatan suhu bumi yang semakin tak terkendali, tentu akan menyebabkan dampak dan efek berkepanjangan yang tak pernah dirasakan sebelumnya oleh umat manusia.
Apabila bumi terus mengalami kenaikan suhu melebihi 3°C hingga tahun 2100. Pada tahun 2050, bumi diproyeksikan tidak akan ada lagi udara bersih dan sumber oksigen. Berlanjut pada tahun 2060, hanya tersisa sedikit wilayah di bumi yang dapat ditinggali oleh manusia.
Hal tersebut akan berbanding lurus dengan kerugian ekonomi dan kesenjangan sosial yang dapat meningkat secara signifikan (Naifah Uzlah, 2021). Berdasarkan hasil kajian dari Komunitas Jeda Iklim (2020), setidaknya terdapat 5 dampak dari perubahan iklim yang akan menyelimuti Indonesia.
Dampak dari perubahan iklim
Dampak ini tentu akan menjadi bayang-bayang umat manusia Indonesia apabila kenaikan suhu bumi tidak dapat dikontrol dengan semestinya.
Dampak pertama adalah gelombang panas ekstrim
Tahun 2020 hingga 2052, Indonesia mengalami lebih dari 3 gelombang panas esktrim. Gelombang panas tersebut dapat sama atau lebih besar dari gelombang panas ekstrim di Rusia pada tahun 2010.
Gelombang panas di Rusia telah menewaskan 55.000 orang, menghancurkan sekitar 9 juta hektar tanaman, membunuh semua burung di Kota Moskow, dan menyebabkan kebakaran hutan (Russo, 2014).
Dampak kedua adalah meningkatnya kejadian kebakaran ekstrim
Tahun 2070-2100, di bawah skenario emisi tertinggi, Kalimantan Timur dan Sumatera Timur diprediksi akan mengalami pemanasan suhu hampir 4°C dan curah hujan akan berkurang yang dapat menyebabkan 55 hari kebakaran ekstrim per tahun.
Hal ini tentunya lebih parah jika dibandingkan dengan kebakaran ekstrim selama 14 hari beruntun seperti pada tahun 1990 (Herawati, 2011). Di bawah skenario emisi tertinggi, di Sumatera Timur jumlah hari bahaya kebakaran ekstrim tiap harinya pada rentang tahun 2070-2100 dapat meningkat dari 17 menjadi 64 kebakaran ekstrim per hari (Herawati, 2011). Membaca dua dampak itu saja, rasanya memang harus ada evaluasi dari segi kebijakan dan kebiasaan umat manusia untuk menyelamatkan bumi manusia ini.
Dampak ketika adalah meningkatnya risiko kekeringan
Akibat perubahan iklim, curah hujan di Indonesia di periode antar musin diperkirakan turun. Hal inilah yang menjadikan perubahan pergantian musim hujan dan kemarau sulit diprediksi. Pada tahun 2071-2100, Kalimantan Selatan dan Sumatera Utara diproyeksikan akan mengalami kekeringan antara 20%-30%.
Sedangkan, pada Pulau Jawa dan Sumatera Selatan akan mengalami kekeringan sekitar 30%-40% (Eltahir, 2019). Jawa Timur menjadi provinsi yang berpotensi mengalami peningkatan risiko kekeringan hingga 45% (Eltahir, 2019).
Dampak keempat adalah ririko banjir yang semakin meningkat
Tahun 2000-2030, kenaikan permukaan laut menyebabkan potensi banjir di wilayah pesisir meningkat sebesar 19%-37%. Pada tahun 2030, menurut Muis (2015) Pulau Jawa menjadi sangat rentan terhadap banjir pesisir yang diikuti oleh sebagian Sumatera Utara.
Tempat-tempat yang saat ini tidak mengalami banjir pesisir, seperti Sulawesi Selatan, akan mengalami peningkatan risiko bencana banjir. Kenaikan permukaan laut yang dilanjutkan dengan perluasan perkotaan yang tidak terkendali, dapat menyebabkan kerusakan senilai 400 juta USD di seluruh Indonesia (Muis, 2015).
Pada tahun 2030, akibat curah hujan yang lebih tinggi, banjir diproyeksikan akan semakin parah di daerah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Pulau Maluku, dan Papua. Meningkatnya risiko banjir antara tahun 1990-2013 telah menyebabkan kerugian pada Indonesia sekitar 5,5 miliar USD (Muis, 2015). Permasalahan perubahan iklim dapat merusak kegiatan ekonomi akibat banjir sungai hingga 91% pada tahun 2030 (Muis, 2015).
Dampak kelima adalah terhambatnya pertumbuhan ekonomi
Rata-rata kerugian tahunan perekonomian Indonesia karena bencana alam perubahan iklim pada rentang 2000-2019 diprediksi sekitar 45 Juta USD. Angka tersebut, kemungkinan besar akan meningkat secara substansial di tahun berikutnya (Beime, 2021).
Selain itu, pertumbuhan PDB Indonesia diprediksi hanya 8.800 USD. Hal tersebut berlawanan dalam skenario pertumbuhan ekonomi tanpa perubahan iklim yaitu peningkatan yang diproyeksikan menjadi 38.500 USD per kapita pada tahun 2100 (Beime, 2021).
Perubahan iklim itu sudah terjadi berbagai penjuru dunia. Beberapa dari kita, mungkin menilai perubahan iklim sebatas mencarinya es di kutub selatan.
Kasus perubahan iklim tidak hanya soal tingginya suhu bumi, tetapi juga peristiwa cuaca ekstrim, kenaikan air laut, pergeseran habitat dan populasi satwa, bahkan pertumbuhan ekonomi disertai berbagai dampak lain.
Sayangnya, narasi tentang dampak dari perubahan iklim belum banyak terdengar di kalangan pemuda. Padahal, sama-sama kita ketahui bahwa perubahan iklim akan berdampak dalam banyak hal, termasuk mengancam masa depan pemuda kini dan nanti.
Naiknya permukaan air laut dapat mengancam tenggelamnya Jakarta, hingga dampak kerugian ekonomi akibat bencana. Narasi tentang dampak perubahan iklim belum populer di telinga generasi muda di Indonesia.
Hal ini ialah sebuah modal penting dan tantangan dalam menyuarakan kepedulian terhadap perubahan iklim, juga menekan pemerintah untuk lebih tanggap dan bersiap menghadapi dampak perubahan iklim ke depan. Solusi untuk perubahan iklim sangat membutuhkan sebuah gerakan kolektif, yang mana masing-masing dari kita khususnya pemuda mempunyai peran di dalamnya.
We are the first generation to feel the effect of climate change and the last generation who can do something about it (Barack Obama).