Sudah setahun lebih kita mengalami pandemi Covid-19 dan melaksanakan kuliah daring, sebagian sudah mulai kembali mengadakan kuliah tatap muka. Berbagai macam platform kita gunakan dalam pelaksanaan kuliah daring, antara lain Zoom, Microsoft Teams, Google Meet dan lainnya.
Meskipun dengan adanya platform-platform tersebut masih banyak dosen yang memilih media sosial sebagai platform mengajarnya, salah satu yang paling banyak digunakan adalah YouTube.
Apakah boleh dosen memanfaatkan YouTube dalam melaksanakan kuliah daring?
Pertanyaan tersebut bukanlah pertanyaan yang dapat dijawab hanya dengan boleh atau tidak boleh, karena kedua jawaban tersebut adalah benar tergantung bagaimana dosen memanfaatkannya.
Berikut adalah alasan-alasan mengapa dosen tidak boleh memanfaatkan YouTube untuk melaksanakan kuliah daring.
Wajib "Like, Comment, and Subscribe"
Penonton YouTube pasti familiar dengan istilah "Like, Comment, and Subscribe", istilah itu sering disampaikan para kreator video di YouTube dengan harapan kalian melakukannya. Tapi apa untungnya yang mereka dapatkan?
Sederhananya semakin banyak interaksi berupa like dan komentar yang dilakukan pada suatu video atau subscribe channel di YouTube maka video atau channel tersebut akan semakin menjangkau banyak orang, tentu saja ini akan menguntungkan karena akan semakin banyak yang menonton videonya.
Apakah dosen tidak boleh menyuruh mahasiswanya melakukan hal tersebut? Bukan tidak boleh menyuruh namun tidak boleh 'mewajibkan' mahasiswanya. Tentu saja dosen boleh meminta mahasiswa memberi komentar videonya, memberi like, dan sebagainya namun pilihan tetap di tangan mahasiswa.
Namun ada beberapa dosen yang 'mewajibkan' mahasiswa melakukannya dengan berbagai cara, salah satunya adalah absensi. Ada dosen yang mengambil absensi kehadiran dari like atau komentar videonya di YouTube, maka mau tidak mau mahasiswa harus melakukannya.
Apakah hal tersebut salah? Tentu saja salah karena itu merampas hak mahasiswa. Mungkin sebagian dari kalian tidak akan mempermasalahkan hal ini, karena berpikir hanya sekedar menekan tombol like ataupun hanya sekedar menulis di kolom komentar.
Tapi bukan berarti hak mahasiswa dapat diekspoitasi begitu saja, karena hal tersebut merupakan hak mahasiswa untuk memilih apakah ingin melakukannya atau tidak. Tidak sepatutnya dosen 'mewajibkan' mahasiswanya hanya untuk keuntungan pribadinya.
Wajib Menonton Video Secara Penuh
Apasih bedanya cuma menonton setengah dengan menonton secara penuh video di YouTube? Jawabannya sama seperti sebelumnya yaitu semakin ditonton suatu video maka akan semakin meningkatkan jangkauan dari video tersebut.
Apakah 'mewajibkan' menonton video secara penuh sama seperti 'mewajibkan' "like, comment, and subscribe"? Tidak sepenuhnya sama, ada sedikit perbedaan disini.
Selama video yang ditampilkan merupakan video pembelajaran yang sesuai dengan silabus perkuliahan maka seharusnya tidak ada masalah 'mewajibkan' mahasiswa menontonnya, kecuali video itu bukan bagian dari materi kuliah.
Tentu saja dosen boleh membuat video-video lain diluar video pembelajaran berdasarkan silabus, baik itu video pembelajaran untuk materi yang lain atau bahkan vlog beliau saat sedang liburan. Dan boleh-boleh saja disebarkan ke mahasiswanya, tapi untuk video tersebut tentu saja tidak boleh 'diwajibkan' bagi mahasiswa untuk menontonnya.
Kembali lagi hal tersebut merupakan hak mahasiswa untuk memilih apakah mau menontonnya atau tidak, karena hal tersebut telah berada diluar mata kuliah yang diikutinya sehingga tidak ada kewajiban untuk menontonnya.
Apakah ada dosen yang membuat vlog di YouTube dan 'mewajibkan' mahasiswanya menontonnya? Tentu saja ada, jika kalian tidak menemuinya maka kalian termasuk orang yang beruntung.
Banyak cara yang dilakukan dosen dalam 'mewajibkan' mahasiswa menonton videonya secara penuh, salah satunya dengan menyelipkan tugas di pertengahan video, alhasil mahasiswa harus menonton dengan teliti secara penuh untuk bisa mengerjakna tugas.
Hal ini sangat merugikan mahasiswa karena menonton video terutama jika durasinya lama akan menghabiskan kuota internet yang tidak sedikit.
Memasang Iklan pada Video YouTube
Sudah menjadi rahasia umum bahwa YouTube dapat dijadikan sumber penghasilan, namun tidak serta-merta membuat sebuah video di YouTube langsung dapat menghasilkan uang.
Persyaratan yang harus dipenuhi sebelum dapat menghasilkan uang dari YouTube, adalah memiliki setidaknya 1.000 subscriber dan 4.000 jam waktu tontonan publik (watch time).
Hal tersebut juga merupakan alasan lainnya dosen mewajibkan mahasiswanya untuk subscribe channel miliknya dan menonton videonya secara penuh, agar dosen tersebut dapat menghasilkan uang melalui YouTube.
Bagaimana caranya menghasilkan uang melalui YouTube? Tentunya dengan memasang iklan pada video YouTube. Kalian pasti pernah saat ingin menonton video di YouTube ada video iklan yang terlebih dahulu muncul sebelum video, dari iklan tersebutlah kreator video dapat menghasilkan uang.
Tidak sedikit dosen-dosen yang juga memperoleh penghasilan tambahan dengan cara ini. Tapi apakah salah jika dosen memasang iklan di videonya? Apakah salah beliau menggunakan YouTube untuk memperoleh penghasilan tambahan?
Semua orang berhak mencari penghasilan melalui YouTube termasuk dosen namun hal tersebut tidak boleh dilakukan untuk video pembelajaran berdasarkan silabus dimana mahasiswa 'diwajibkan' untuk menontonnya.
Hal ini dikarenakan mahasiswa berhak atas ilmu yang diberikan oleh dosen tersebut di videonya, tanpa syarat seperti harus menonton iklan terlebih dahulu sebelum menonton videonya. Jika ingin menghasilkan uang dari YouTube, dosen dapat membuat video diluar video pembelajaran berdasarkan silabus untuk dimonetisasi (diuangkan).
Semua tulisan ini merupakan opini semata, apabila kalian memiliki tambahan atau opini yang berbeda boleh dituliskan di kolom komentar agar kita dapat saling berdiskusi.
Dan semoga sistem pendidikan di Indonesia semakin bagus dan pengajar-pengajarnya semakin sejahtera. Terima kasih telah membaca.