Industri

5 Alasan Indonesia Belum Bisa Membuat Kapal Selam Secara Mandiri

Kapal selam adalah salah satu transportasi laut yang memiliki keunggulan mampu membawa penumpang menyelam hingga kedalaman tertentu. Namun kenapa Indonesia belum mampu membuat kapal selam secara mandiri?

Alif nur rochmad1 November 2021

Kapal Selam

Kapal selam merupakan alat transportasi air layaknya seperti kapal – kapal pada umumnya. Perbedaanya adalah kapal selam memiliki keunggulan yaitu mampu menyelam dengan kedalaman tertentu. 

Kapal selam didesain khusus agar mampu menerima tekanan hidrostatik. Sehingga desain lambung dan pemilihan jenis material sangat diperhatikan disini. Desain dan kapasitas tangki ballast perlu diperhitungkan untuk meningkatkan massa kapal agar mampu tenggelam. Sebaliknya tangka harus dikuras apabila kapal ingin naik menuju permukaan air.

Lalu apa yang membuat Indonesia sampai saat ini belum mampu memproduksi kapal Selam secara mandiri? Sebenarnya Indonesia pada tahun 2019 sudah memproduksi kapal selam bernama KRI Alugoro 405 kelas Chang Bogo yang bekerjasama dengan Korea Selatan. Namun Indonesia hanya mendapat bagian untuk proses erection atau penyambungan block assembly saja. Sedangkan untuk pembangunan yang hampir 90 % dikerjakan di Korea Selatan. Pengerjaan meliputi proses fabrikasi, instalasi mesin induk, kelistrikan, serta sistem persenjataan kapal selam. Lalu kenapa kita nggak memproduksi kapal selam sepenuhnya aja sob?

Mengapa Indonesia belum bisa membuat kapal selam 

1. Belum ada biro klasifikasi  khusus kapal selam

Indonesia memiliki biro klasifikasi yang khusus mengatur ketentuan dalam pembangunan kapal bernama Biro Klasifikasi Indonesia (BKI). Namun, BKI hanya menerbitkan kapal – kapal di atas permukaan laut. Sedangkan untuk kategori kapal selam, BKI belum bisa menerbitkan izin karena kurang tenaga ahli. Bahkan saat ini ada beberapa galangan yang memilih untuk menggunakan klas selain BKI, misalnya LR, ABS, atau BV. Sedangkan untuk Korea Selatan sendiri menggunakan Korean Registry of Shipping (KRS).

2. Kurangnya fasilitas pengujian kapal selam

Untuk fasilitas pengujian sendiri, Indonesia belum punya tempat untuk pengujian kapal selam. Padahal dalam mendesain kapal selam yang harus diperhatikan adalah ketika pada kondisi menyelam. Pada kedalaman tertentu timbul tekanan hidrostatik yang cukup besar. Selain itu, simulasi pergerakan kapal setika turun ke kedalaman dan naik ke permukaan juga perlu diperhitungkan. Berkaca dengan peristiwa KRI Nanggala 402 yang tidak mampu menahan beban tekanan hirostatik karena melampaui batas ijin kedalaman. Tentunya usia material juga jadi perhitungan karena elastisitas material akan menurun.

pengujian kapal selam

 

3. Kurangnya SDM yang ahli bidang kapal selam

Dalam kuliah Teknik perkapalan akan merasakan metode yang diajarkan oleh dosen sudah tertinggal dengan negara – negara lain seperti Korea, Amerika, Jepang, atau Cina. Padahal teknologi semakin berkembang pesat dengan adanya desain 3D, animasi, hingga pengujian finite element. Selain itu, mahasiswa harus ikut seminar dan kelas online untuk menutupi kekurangan materi perkuliahan. 

4. Fasilitas pembangunan kapal selam yang terbatas

Saat ini, fasilitas pembangunan kapal selam di Indonesia hanya terdapat di PT. PAL Indonesia. Itu saja masih dirasa sangat kurang mengingat Indonesia yang merupakan negara kepulauan sehngga militer sangat bertumpu pada kekuatan militer laut. Pengamat militer Lembaga Studi Pertahanan Beni Sukadis mengatakan Indonesia perlu paling sedikit 10 kapal selam untuk menjaga wilayah perairan.

Sehingga menjadi PR bagi sebagian besar galangan kapal Indonesia untuk segera bisa meng-upgrade galangan agar memiliki fasilitas produksi kapal selam.

pengerjaan kapal selam

 

5. Biaya pembangunan yang terbatas

Kalau ngomongin biaya pasti agak sensitif nih kayaknya, tetapi memang faktanya membangun sebuah transportasi skala besar membutuhkan biaya yang besar. Selain itu, riset desain kapal selam juga membutuhkan biaya yang besar. Hal ini perlu menjadi sorotan untuk lebih menjamin biaya penelitian ilmuwan Indonesia.  

Selanjutnya kalau ngomongin biaya pembangunan bisa lebih diperhatikan agar sasaran biaya lebih terarah dan menutup celah untuk korupsi. Seperti yang terjadi dengan perusahaan pesawat milik presiden ke 3 Prof. BJ. Habibie. Perusahaan beliau harus terpaksa ditutup karena pendanaan yang dihentikan. Semoga pemeringan bisa lebih memperhatikan kembali untuk proyek kapal selam untuk kedepannya.

pembuatan kapal selam

Share:

0 Komentar

Artikel Terkait