Pengetahuan

Sekilas Tentang Metode Fotoelektrokimia Pemecahan Air Untuk Menghasilkan Energi Hidrogen

Metode fotoelektrokimia pemecahan air merupakan salah satu metode yang memanfaatkan cahaya matahari untuk menghasilkan energi hidrogen dengan cara memecah air menjadi molekul molekul penyusunnya didalam sebuah sel elektrokimia.

Krisis energi, menjadi isu yang selalu gencar dibicarakan. Mengingat bahwa saat ini, dunia masih bergantung dengan energi fosil yang ketersediaannya semakin menipis. Ditambah lagi sisa pembakarannya yang menghasilkan senyawa COx, NOx maupun SOx yang dapat menyebabkan pemanasan global dan kerusakan lingkungan.

Oleh karena itu, dibutuhkan terobosan baru berupa pembuatan Energi Baru Terbarukan (EBT) dari sumber energi yang lebih berkelanjutan serta ramah lingkungan, guna mengatasi permasalahan krisis energi ini di masa mendatang. Saat ini banyak peneliti sedang berusaha menghasilkan energi dari sumber yang dapat diperbaharui serta ramah lingkungan.

Energi hidrogen

Salah satu energi yang digadang gadang menjadi energi bersih masa depan adalah energi hidrogen. Hidrogen terbukti menjadi energi bersih, karena tidak menghasilkan emisi gas karbon dari sisa pembakarannya sehingga ramah lingkungan.

Berdasarkan data dari World Nuclear Association, pembakaran 1 kg hidrogen menghasilkan energi panas sebesar 120 - 142 MJ. Nilai tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan energi panas yang dihasilkan pada pembakaran 1 kg gasoline yaitu sebesar 44 - 46 MJ dan pembakaran bahan bakar diesel sebesar 42 - 46 MJ.

Hal ini cukup membuktikan bahwa hidrogen dapat menjadi energi ideal di masa depan. Terdapat banyak metode yang digunakan untuk menghasilkan energi hidrogen ini, salah satunya dengan metode pemecahan air secara fotoelektrokimia.

Fotoelektrokimia memanfaatkan energi cahaya matahari

Fotoelektrokimia merupakan salah satu metode untuk menghasilkan molekul H2 dan O2 dari H2O yang didekomposisi dengan memanfaatkan energi cahaya matahari, dan terjadi pada sel fotoelektrokimia yang terdiri dari fotoanoda (working electrode), fotokatoda (counter electrode) dan larutan elektrolit.

Menurut NASA Technical Memorendum (1985) cahaya matahari yang masuk ke bumi sangatlah besar yaitu sekitar 3,85 x 1024 J/tahun. Menurut (Tayebi and Lee, 2019) pemecahan air secara fotoelektrokimia, didasarkan pada dua sumber energi terbarukan yaitu air dan cahaya matahari.

Menurut (Singh and Dutta, 2018) penelitian pemecahan air secara fotoelektrokimia pertama kali diperkenalkan oleh Honda dan Fujishima pada tahun 1972, dengan menggunakan fotoanoda (working electrode) berupa TiO2 (titanium oksida) dan katoda (counter electrode) berupa Pt (platina).

TiO2 dipilih karena memiliki kinerja yang bagus sebagai fotokatalis, tidak beracun, sangat stabil dan murah. Namun TiO2 juga memiliki kelemahan berupa nilai bandgap yang besar yaitu 3.0 - 3.2 eV, efisiensi kuantum yang rendah, dan hanya dapat menyerap cahaya diwilayah sinar UV (Murugan et al., 2019).

Bandgap merupakan perbedaan energi antara valence band dan conduction band pada semikonduktor. Menurut (Alfaifi et al., 2018) proses pemecahan air secara fotoelektrokimia dibagi menjadi tiga langkah utama yaitu sebagai berikut:

  1. Penyerapan cahaya oleh semikonduktor, dimana nilai energi foton cahaya harus lebih besar dibandingkan nilai bandgap semikonduktor, sehingga dapat menghasilkan elektron dan hole di valence band semikonduktor.
  2. Karena nilai energi foton lebih besar dibanding nilai bandgap semikonduktor, maka elektron akan tereksitasi dari valence band  ke conduction band semikonduktor dan berpindah ke katoda. Sedangkan hole tetap berada di valence band semikonduktor.
  3. Terjadi reaksi permukaan, dimana hole akan mengoksidasi H2O dan menghasilkan O2. sedangkan elektron di katoda akan mereduksi H+ menjadi H2+

Proses pemecahan air ini terjadi pada suhu 298 K dan tekanan 1 bar menghasilkan energi gibbs sebesar +237 kJ/mol. Untuk mencapai keseluruhan reaksi pemecahan air, dibutuhkan potensial pada conduction band  lebih negatif daripada potensial reduksi H+/H2 vs elektroda hidrogen normal (NHE) pada pH= 0 dan potensial pada valence band  lebih positif daripada potensial oksidasi H2O/O2 (1,23 V vs NHE).

Dengan demikian reaksi pemecahan air hanya dapat dilakukan jika energi foton lebih dari 1,23 eV. Energi ini setara dengan foton pada panjang gelombang sekitar 1010 nm.

Selain energi band, pemecahan air juga dipengaruhi oleh struktur semikonduktor dan hambatan aktivasi antara fotokatalis dan molekul air yang berasal dari hilangnya energi akibat transpor elektron- hole, penurunan energi kinetik, dan rekombinasi elektron-hole. (Navarro Yerga et al., 2013).

Teknologi pemecahan air secara fotoelektrokimia ini masih terus dikembangkan hingga sekarang, untuk mendapatkan cara paling efektif dan murah dalam menghasilkan H2.

Beberapa tantangan yang dihadapi para peneliti diantaranya masalah investasi biaya yang masih sangat mahal untuk memproduksi H2 skala besar serta menemukan dan memadu padankan material fotoanoda dan fotokatoda yang cocok serta larutan elektrolit yang paling efektif untuk meningkatkan kinerja sel fotoelektrokimia pemecahan air.

Dengan semakin majunya teknologi, diharapkan tantangan tantangan yang dihadapi, dapat segera teratasi.

Share:

0 Komentar