Opini

7 Jawaban dari Pertanyaan Bisakah Kominfo Membuat Search Engine Seperti Google?

Di podcast Om Ded, Johnny G. Plate mengatakan bahwa timnya dapat membuat search engine seperti Google. Pertanyaannya, bisakah Kominfo benar-benar membuat search engine sendiri?

Andri Marza Akhda16 Agustus 2022

Disclaimer : artikel ini tidak ditulis untuk meremehkan tim-tim IT yang ada di jajaran Kominfo, tetapi lebih memberikan kritik dan saran terhadap apa yang belakangan ini ramai dibicarakan. 

Kominfo membuat gebrakan baru yang mewajibkan perusahaan-perusahaan teknologi mendaftar pada program PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik). Apabila perusahaan besar teknologi seperti Google, Instagram, Facebook dan lain-lain tidak mendaftar, maka DNS (Domain Name Server) mereka diblokir Kominfo.

Sebenarnya ini adalah bagian dari upaya pemerintah untuk mewujudkan internet sehat bagi rakyat. Juga cara praktis dari Kominfo menjalankan sistem whitelist ketimbang blacklist.  Gampangnya, daripada mencari situs-situs berbahaya untuk dimasukkan ke dalam blacklist, lebih baik mendata yang jelas-jelas bermanfaat (whitelist).

Cara kerja ini meringankan Kominfo karena pada umumnya situs-situs blacklist tersebut akan terus berkembang meski sudah diblokir. Tetapi keputusan ini mendapatkan banyak protes di mana-mana. Terlebih setelah Steam, Epic Games, dan juga PayPal menjadi korban dari aturan ini.

Yang membuat masyarakat semakin geram adalah aplikasi yang kental dengan judi justru lolos PSE.

Selama hampir 1 bulan terakhir, tagar #BlokirKominfo terus berlanjut hingga ketiga situs Steam, Epic Game, dan PayPal kembali dibuka blokirnya. Kejadian ini mengundang banyak perhatian tokoh penting di tanah air, salah satunya adalah "Bapak Podcast Indonesia" Deddy Corbuzier.

Beliau mengundang Menteri Kominfo saat ini, Johnny G. Plate untuk lakukan klarifikasi. Menariknya di dalam podcast tersebut Johnny G. Plate mengatakan bahwa Indonesia bisa membuat Search Engine dengan nama Gatot Kaca.

Pernyataan ini jelas memantik ahli-ahli IT di Indonesia dan di luar negeri untuk berkomentar. Banyak yang setuju bahwa pernyataan ini seperti meremehkan proses pembuatan search engine sendiri.

Meskipun kenyataannya Indonesia bisa saja membuat search enginenya sendiri walaupun kualitasnya masih jauh di bawah Google.

Apakah Kominfo bisa membuatnya sepowertful Google, penulis punya 7 jawaban dari Pertanyaan Bisakah Kominfo Membuat Search Engine Seperti Google? Ingat seperti Google Ya!!.

1. Diperlukan Waktu yang Lama

Jawaban Bisakah Kominfo Membuat Search Engine Seperti Google
Pencipta Google

Google merupakan mesin pencarian ternama di dunia. Ini bukanlah proyek yang bisa jadi selama 1 bulan atau 1 tahun. Perancangnya yakni Larry Page dan Sergey Brin memulai proyek ini dari tahun 1996.

Penelitian ini berlangsung sejak mereka berada di perguruan tinggi di Universitas Stanford. Berdasarkan ketidakpuasan terhadap mesin pencarian saat itu, mereka berinisiatif menciptakan mesin pencarian yang mampu mempelajari hubungan antara website. Sistem ini mereka sebut dengan PageRank.

Penelitian mereka terus berlanjut, dan awal mulanya, Google memiliki nama BackRub. Nama Google baru benar-benar digunakan pada 15 September 1997. Setahun kemudian perusahaan mereka resmi berdiri dengan sifatnya yang privat. Penyempurnaan terus berlanjut hingga pada tahun 1999.

Kantor Google yang awalnya berada di sebuah garasi di daerah Menlo Park berpindah ke Palo Alto dan memiliki 8 karyawan baru. Di tahun 2003, Google mendapatkan dana dari investor dan terus berkembang sampai sekarang.

Hitung saja waktu yang mereka gunakan untuk meyakinkan investor dan pengembanganmua. Dari tahun 1996-2003, maka ada jenjang waktu sekitar 7 tahun. Itu belum termasuk waktu untuk mencari karyawan-karyawan kompeten berdasarkan keahlian dan background.

Larry Page dan Sergey Brin sendiri sudah lama berkecimpung di dunia teknologi. Larry Page sendiri adalah Sarjana Sains di bidang Teknik Komputer University of Michigan, dan gelar Magister Sains Ilmu Komputer dari Universitas Stanford. Sergey Brin juga merupakan seseorang yang memang kental dengan background IT. Brin adalah Sarjana Sains dari Departemen Ilmu Komputer dan Magister Sains Ilmu Komputer dari Universitas Stanford. 

Hal ini tentu berbeda dengan kebanyakan kondisi organisasi pemerintahan kita yang sekarang. Tidak semua, justru menempatkan seseorang yang secara latar belakang kurang relevan. Bahkan Sobat Teknik dapat mengakui sendiri, bahwa bukan hanya di jajaran elit pemerintah, perusahaan-perusahaan besar memilih karyawannya berdasarkan "Orang Dalam". Jika ingin membangun search engine saja, Indonesia pasti bisa. Untuk membuatnya powerful Google, diperlukan perbaikan SDM dan "Budaya Kantor" terlebih dahulu.

2. Dana yang Tidak Sedikit

Butuh Dana yang Berlimpah untuk Membuat Search Engine Berkualitas Seperti Google
Dana yang Tidak Sedikit

Di awal-awal proyek Google, Page dan Brin mendapatkan dana senilai USD 100 ribu dari Andy Bechtolsheim, Co-founder Sun. Mereka juga mendapatkan dana dari Jeff Bezos senilai USD 250 ribu.

Apabila dimasukan dalam kurs rupiah sekarang, maka kurang lebih pemberian tersebut bernilai;

100 Ribu Dollar = ‭Rp. 1,472,645,000 dan 250 Ribu Dollar = Rp. 3,681,125,000.00, dan jika ditotal akan lebih dari 5 miliar!!.

Itu baru dana investor saja, belum lagi biaya perawatan server, tools, gaji karyawan dengan tunjangannya. Belum juga dana marketing untuk memperkenalkan search engine ini.

Anggaplah beneran ada Gatot Kaca, ke masyarakat. Pastinya dana yang diperlukan bisa saja mencapai lebih dari 50 miliar per tahunnya. Anggapan dapat membuatnya dalam waktu 7 tahun juga,maka dana yang diperlukan adalah sekitar Rp 350,000,000,000‬. 

Dana yang begitu besar memang harus diperlukan untuk membuat search engine yang mumpuni. Itu baru data-data yang penulis dapatkan dari satu jenis search engine saja. Belum lagi jika data-data tentang sejarah pendanaan Yandex dan Baidu. Belum lagi fakta bahwa kasus korupsi rentan terjadi ketika melibatkan proyek-proyek besar. 

3. Masih Mudahnya Sistem Elektronik Indonesia Dibobol Hacker

Sistem Digital Indonesia Masih Rentan Hacker
Masih Mudahnya Sistem Elektronik Indonesia Dibobol Hacker

Kejadian PSE ini membuat geram berbagai ahli IT yang ada di Indonesia. Tidak heran, banyak serangan-serangan cyber yang ditujukan langsung untuk instansi Kominfo. Sobat Teknik dapat mencari sendiri berita tentang Situs Kominfo di hack.

Kejadian ini tentunya menambah rasa ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem digital yang dikelola pemerintah. Sebelum ini ada juga berita yang menjelaskan kejadian tentang Data BPJS yang dijual di forum hacker. Data NIK dan data vaksin Presiden Joko Widodo bisa bobol di tengah masyarakat.

Padahal NIK (Nomor Induk Kependudukan) adalah data yang sangat penting. Tidak boleh diketahui oleh sembarang orang.

Juru bicara Badan Siber dan Sandi Negara di tahun 2021 mengatakan salah satu sebab situs pemerintah gampang diretas adalah tidak dimilikinya perimeter keamanan seperti web application firewall. Sebagian besar dari organisasi pemerintah tidak mengetahui jika situs mereka telah diretas dan rentan aktivitas serangan cyber. Kurangnya pembaruan sistem secara berkala memicu hacker untuk masuk melalui backdoor. Umumnya bersifat web defacement.

Tidak ada sistem yang aman, tetapi membuat sistem yang tidak mudah dibobol adalah harga mati. Jika Indonesia ingin membuat search engine yang bukan "hanya search engine saja", maka perlu memperkuat sistem keamanan digital mereka.

4. Kualitas Lulusan IT yang Kurang Memadai

Kualitas Lulusan IT Indonesia yang Masih Banyak Kurang Memadai
Kualitas Lulusan IT yang Kurang Memadai

Keempat adalah kualitas lulusan IT yang kurang memadai. Untuk membuat search engine berkualitas diperlukan tenaga kerja IT yang mumpuni. Hal inilah yang menjadi masalah menahun di Indonesia.

CEO Dicoding Indonesia di tahun 2021 mengatakan bahwa Indonesia memiliki tak kurang dari 400,000 ribu lulusan IT. Sayangnya mayoritas dari mereka belum memiliki kualifikasi SDM yang dibutuhkan industri.

Data dari Indonesia Development Forum (2019) mengatakan bahwa pemuda Indonesia di Jakarta berusia 25-26 tahun memiliki kemampuan literasi lebih rendah dibanding lulusan SMP di Denmark. Angka partisipasi masyarakat di bangku perkuliahan pun seolah mendukung hal ini. Dari penduduk usia 19-24 tahun, hanya 19,32% yang berpartisipasi di dalam perguruan tinggi.

5. Banyaknya Ahli IT yang Berkarya di Luar Negeri

Kekosongan yang dihadirkan akibat diblokirnya Steam, Epic Games, PayPal bisa diisi oleh Aplikasi Anak Bangsa seolah hanyalah ucapan pemanis politik yang sudah terjadi sebelumnya. Sobat Teknik pasti tahu banyak dari ilmuwan-ilmuwan teknologi ternama di Indonesia lebih memilih berkarir di luar negeri.

Perkataan "Pulang untuk Mengabdi" hanyalah akan senjata makan tuan untuk mereka sendiri. Fasilitas dan kurangnya kualitas SDM menjadikan banyak ahli IT yang lebih suka berkarir di luar Indonesia.
 
Ambil contoh saja dengan kejadian yang menimpa Ricky Elson. Seorang anak bangsa yang menempuh pendidikan teknologi di Jepang, sudah bekerja lebih dari 14 tahun. Mendapatkan paten teknologi motor penggerak listrik di Jepang, justru terbuang di Indonesia.

Keputusannya pulang ke tanah air untuk populerkan penggunaan mobil listrik justru berakhir duka. Ia bahkan berkata bahwa hanya di Indonesia gaji pembuat mobil listrik sama seperti gaji tukang. Proyek mobil listriknya untuk Indonesia gagal. Sekarang ia fokus kembangkan PLTB di ujung selatan Tasikmalaya, Ciheras. 

6. BING Saja Tidak Mampu Menyaingi Google

BING Saja Tidak Mampu Saingi Google
BING Saja Tidak Mampu Menyaingi Google

Ada banyak search engine yang ada di dunia ini, mulai dari Bing, Yandex, Baidu, OneSearch dan lain-lain. Sayangnya tidak ada yang benar-benar bisa menyaingi Google di kancah internasional.

Bahkan Microsoft dengan BING saja hanya bisa menjadi bayang-bayang Google selama bertahun-tahun. Paling banter search engine selain Google, hanya bisa menyaingi kepopulerannya di tingkat nasional.

Contoh saja seperti Baidu di China dan Yandex di Rusia. Tentu saja kualitas BING, Baidu dan Yandex boleh penulis katakan tidak terlalu jauh perbedaan kualitasnya dengan Google.

Untuk skala internasional jelas Google masih merajalela. Belum lagi fakta salah satu ilmu untuk lakukan optimasi SEO (Search Engine Optimization) lebih banyak diterapkan Google.

7. Algoritma Google yang Tidak Bisa Ditiru Semudah Itu

Sobat Teknik dapat mendengarkan dengan jelas penjelasan tiktok ahli IT bernama @fuaditrockz di bawah ini;

Algoritma Google Tidak Bisa Ditiru Semudah Itu
Lihat Videonya

Inilah  7 Jawaban dari Pertanyaan Bisakah Kominfo Membuat Search Engine Seperti Google? Apakah Indonesia bisa membuat search engine sendiri? Jawabannya BISA. Tapi untuk membuatnya powerful Google, Bing, Yandex dan Baidu diperlukan sebuah perbaikan lebih dari sekedar tahu koding melainkan sistem kerja organisasi.

Jika poin-poin di atas dapat diatasi, bukan tidak mungkin Indonesia punya search engine yang berkualitas layaknya Google. Kapankah itu? entahlah penulis tidak tahu sampai kapan.

Baca artikel menarik dari penulis lainnya hanya di Blog Anakteknik.co.id.

Share:

0 Komentar

Artikel Terkait