Implikasi pembangunan fasilitas publik
Media sosial dikejutkan oleh fenomena street fashion di salah satu fasilitas publik di Jakarta, lebih tepatnya kawasan Sudirman-Thamrin. Media mengistilahkannya dengan fenomena Citayam Fashion Week. Walaupun pada kenyataannya tidak semua warga berasal dari Citayam. Ada juga yang dari Bojonggede, Tangerang hingga Bekasi.
Beberapa warga yang mendatangi kawasan ini rata-rata didominasi oleh kalangan pemuda. Istilah street fashion yang disematkan pada muda-mudi tidak datang begitu saja.
Fasilitas publik menjadi tempat untuk bersosialisasi masyarakat. Para pemuda yang mendatangi kawasan ini berpenampilan sangat mencolok (nyentrik). Hal inilah yang mengundang berbagai macam komentar di media sosial. Beberapa menanggapinya sebuah tren ini positif, namun juga ada yang melihat tren ini terkesan ndeso, kumuh dan alay.
Melihat hal tersebut, fenomena ini merupakan implikasi membaiknya pembangunan fasilitas publik. Sebenarnya fenomena ini sangatlah wajar karena kondisi masyarakat perkotaan memungkinkan terjadi seperti ini. Perbedaan karakteristik ini mengharuskan adanya fasilitas publik agar tujuan masyarakat terakomodasi dengan baik.
Upaya Kota Jakarta dalam pembangunan fasilitas publik semakin membaik. Dari segi transportasi umum tersedia MRT dan LRT serta Jak-Lingko. Ketersediaan trotoar dan jalur pengguna sepeda dengan bike sharing yang semakin membaik. Fasilitas publik lainnya seperti taman kota, revitalisasi jembatan penyebrangan sedang dalam proses pembangunan.
Berdasarkan data TomTom Traffic Index Tahun 2021, DKI Jakarta menempati urutan ke-46 (indeks kemacetan 34%) dari 404 kota. Peringkat ini menunjukkan kondisi kemacetan di Jakarta terus membaik selama empat tahun terakhir. Meskipun begitu, pembangunan sarana dan prasarana publik haruslah tetap dibenahi.
Menurut Founder dan Direktur Rujak Center for Urban Studies Elisa Sustanudjaja bahwa fasilitas publik di beberapa wilayah di Jakarta belum sepenuhnya ramah pejalan kaki.
Narasi jalan raya sebagai hak pejalan kaki dan pengguna sepeda
Jakarta masih identik dengan kemacetan dan polusi udara. Menurut data PBB, sudah lebih dari 50% populasi dunia tinggal di kota. Angka ini diperkirakan akan meningkat tiga miliar hingga tahun 2050. Menurut Bank Dunia pada tahun 2045, sebanyak 220 juta orang atau 70% penduduk Indonesia akan tinggal di kota.
Konsekuensi kepadatan penduduk adalah kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan kemacetan semakin meningkat. aka area untuk kebutuhan ruang publik semakin terbatas.
Marco te Brömmelstroet, Kepala di Fakultas Urban Mobility Futures, Universitas Amsterdam mengatakan “Seharusnya di ruang yang tersisa di antara gedung-gedung perkotaan seharusnya disanalah berbagai aktivitas sosial masyarakat terjadi, seperti perdagangan, anak-anak bisa bermain, orang-orang bisa berinteraksi secara langsung namun ketika kendaraan pribadi memadati jalan raya, semua perspektif kita tentang jalan raya menjadi berubah. Kita harus mengembalikan pola pikir dan narasi bahwa jalan raya adalah hak pejalan kaki.”
Amsterdam adalah 10 kota terbaik di dunia versi Rethinking The Future (RTF) pada tahun 2021. Marco te Brömmelstroet mengatakan dibutuhkan perubahan radikal ketika masyarakat Belanda mulai menyadari kurangnya fasilitas publik maka beberapa kampanye mulai dilakukan yang mengatakan bahwa jalan raya adalah hak bagi pejalan kaki dan pengguna sepeda. Hal ini pada akhirnya menjadi gerakan politik dan sosial untuk bersama-sama membuat perubahan.
Dalam perencanaan desain jalan kota, pengguna sepeda adalah kunci yang utama bahkan melebihi pengguna mobil pribadi. Banyaknya pengguna sepeda, membuat persimpangan sebuah jalan kota berubah.
Lampu lalu lintas mulai dicabut agar ada interaksi antara pengguna sepeda dengan mobil pribadi. Saling bernegosiasi bagaimana diantara mereka akhirnya saling mengalah agar mendahulukan pengguna sepeda. Di kota lain seperti Groningen, dominasi pengguna transportasi adalah sepeda sebanyak 60%
Kota Jakarta semakin mendapatkan momen untuk meningkatkan kesadaran masyarakat pentingnya menggunakan transportasi umum. Pembangunan sarana dan prasarana fasilitas publik yang ramah masyarakat. Fenomena Citayam Fashion Week mulai fasilitas publik baru-baru ini perlu ditanggapi positif.
Fenomena ini merupakan implikasi dari rangkaian panjang akan kesadaran masyarakat mengenai fasilitas publik. Kota yang ramah untuk semua kalangan. Terjalin interaksi ruang publik hingga memaksimalkan penggunaan fasilitas transportasi umum.