Ponsel dan media sosial sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari hidup seseorang. Aktivitas browsing, chatting, meeting, live streaming, dan kegiatan lainnya bisa diakses secara instan.
Sayangnya tidak semua pengguna (user) mengetahui bahwa setiap kegiatan yang mereka lakukan didalam perangkat mereka tercatat sebagai log atau history, sehingga sewaktu-waktu dapat digunakan untuk mengetahui apa saja kegiatan yang pernah mereka lakukan. Catatan (log) tersebut kita tinggalkan baik secara sadar maupun tidak sadar saat memakai perangkat ataupun.
Jejak atau catatan ini dalam istilahnya disebut sebagai Jejak Digital (Digital footprint).
Kegiatan dari jejak digital, seperti
- unggahan teks/foto dalam postingan
- percakapan kita dengan seseorang
- kata kunci yang kita gunakan dalam mesin pencari
- aktifitas selama mengunjungi sebuah website
- komentar yang kita tinggalkan dalam sebuah konten
- konten yang sering dilihat , sukai, bagikan ataupun yang dicari
Aemuanya merupakan jejak digital hingga membentuk duplikat diri kita dalam dunia siber.
Apa pentingnya jejak digital ini?
Jejak digital sebenarnya mencerminkan data diri seseorang. Dengan memanfaatkan catatan tersebut, kita bisa menggunakannya untuk menganalisis apa dan bagaimana karakteristiknya orang, yang meliputi yang dia sukai, dia benci, dia inginkan, dia cari, siapa saja orang yang pernah dan sering berhubungan dengannya, serta berbagai informasi lainnya yang dapat membentuk atau mengidentifikasikan diri seseorang.
Namun tidak selalu jejak digital berupa catatan data kita saat menggunakan gawai atau laptop saat mengakses internet. Data seperti rekaman CCTV, plat nomor kendaraan yang teridentifikasi, sidik jari, riwayat transaksi, dan lokasi juga termasuk data yang tersimpan dan dapat diakses secara elektronik.
Penelusuran jejak digital biasanya dimanfaatkan dalam kegiatan investigasi kejahatan dikepolisian, apalagi yang berkaitan dengan kejahatan siber (Cyber crime). Hal tersebut tujuannya untuk mencari lebih banyak informasi mengenai tersangka atau pihak yang terlibat dalam perkara tersebut.
Contoh kasus investigasi dengan memakai jejak digital
Contoh kasusnya seperti kasus serangan/kerusuhan di US Capitol pada Januari 2021. Para tersangkan berhasil diidentifikasi oleh Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI) melalui penelusuran jejak digital.
Proses investigasi berjalan lancar berkat pembacaan plat nomor yang menangkap mobil tersangka dalam perjalanan ke Washington, catatan lokasi, teknologi facial recognition atau profil media sosial, serta video CCTV, siaran langsung, gambar pada laporan berita dan beredar di media sosial, maupun kamera lainnya yang ada dan digunakan dilokasi kejadian. Alhasil lebih dari 270 tersangka berhasil diidentifikasi.
Di Indonesia sendiri kasus menarik yang memanfaatkan jejak digital untuk membantu kegiatan investigasi contohnya kasus Pembakaran Halte Sarinah saat demo Omnibus Law / UU Cipta Kerja pada Kamis 8 Oktober 2020 kemarin.
Bicara soal kasus itu, kita pasti langsung teringat dengan video hasil analisis dan investigasi yang dilakukan Tim Narasi TV terhadap pelaku pembakaran halte tersebut.
Nah, tehnik yang digunakan dalam investigasi ini sama dengan kasus yang sebelumnya, dengan memanfaatkan berbagai data dan informasi yang tersedia dalam sumber-sumber terbuka dan lebih dikenal dengan istilah tehnik Open Source Intelligence (OSINT).
Saat ini, jejak digital selalu menjadi kunci untuk menemukan bukti yang akan diajukan pada sidang pengadilan. Pembahasan mengenai jejak digital sangat luas karena bersinggungan dengan bidang Digital Forensic, Cyber Security termasuk Ilmu Hukum khususnya Cyberlaw. Semoga sedikit informasi diatas bisa menambah pengetahuan kita mengenai manfaat jejak digital.