Pengetahuan

Menenal Transit Oriented Development (TOD), Sebuah Konsep Pengembangan Kota Yang Efisien

Tahukah kamu mengenai konsep Transit Oriented Development (TOD) dan implementasinya?

Berdasarkan data Kemenhub, kerugian akibat kemacetan di Kota Jakarta mencapai Rp 65 triliun per tahun. Kerugian tersebut meliputi pemborosan bahan bakar, perawatan medis akibat polusi udara, peningkatan biaya logistik, dan lain sebagainya.

Kerugian tersebut belum termasuk kota-kota lainnya seperti Bandung, Semarang, Surabaya, dan lain sebagainya.

Hal tersebut mendorong suatu konsep pengembangan kota yang penmenekankan pemakaian transportasi umum yang efisien. Transportasi umum terintegrasi dengan kawasan residensial, komersial, ataupun fasilitas umum. Konsep tersebut adalah kawasan berbasis Transit Oriented Development (TOD)

Pengertian dan Manfaat

Gambar 1. Kawasan Stasiun MRT Istora Mandiri (Sumber : unsplash.com/Azka Rayhansyah)

Peter Calthorpe memperkenalkan dan mengkodifikasikan konsep TOD pada akhir 1980-an. Konsep tersebut kemudian menjadi perangkat perencanaan modern ketika Calthrope menerbitkan "The New American Metropolis" pada tahun 1993.

Menurut Peter Calthrope, Konsep kawasan Transit Oriented Development (TOD) merupakan konsep perkotaan yang mengintegrasikan penggunaan lahan residensial, perdagangan, jasa, perkantoran, ruang terbuka dan ruang publik dalam lingkungan yang ramah untuk berjalan kaki, sepeda, maupun moda transportasi umum.

Menurut Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN No 16 Tahun 2017 tentang pedoman pengembangan kawasan berorientasi transit, pengembangan kawasan TOD adalah kawasan terpusat, padat dan campuran (mixed use) yang terintegrasi dengan moda transportasi berada pada radius kawasan 400 meter sampai dengan 800 meter dari pusat atau simpul transit transportasi.

Simpul transit merupakan tempat pergantian intermoda dan antarmoda seperti stasiun, terminal, pelabuhan, dan bandara. Transportasi umum berbasis rel maupun bus menjadi salah satu syarat pengembangan kawasan TOD. 

Berikut merupakan manfaat pengembangan kota dengan konsep TOD.

  • Mengurangi ketergantungan penggunaan kendaraan bermotor pribadi
  • Meningkatkan budaya jalan kaki untuk mengakomodasi gaya hidup yang lebih sehat dan aktif.
  • Meningkatkan jumlah angkutan penumpang transit dan pendapatan asli daerah (PAD) dari tiket angkutan maupun non tiket. .
  • Meningkatkan akses terhadap kesempatan kerja, ekonomi, dan nilai properti yang berkelanjutan bagi masyarakat.

 

Implementasi

Gambar 2. Kawasan TOD LRT City Bekasi (Sumber : www.lrtcity-bekasi.com)

Beberapa tahun terakhir, pemerintah fokus dalam mengimplementasikan pengembangan kawasan berbasis TOD di daerah Jabodetabek yang berkolaborasi dengan BUMN, BUMD maupun Swasta. Berikut merupakan contoh kawasan dengan prinsip TOD.

1. LRT City Bekasi.

Kawasan yang dikembangkan oleh PT Adhi Commuter Properti dan mengintegrasikan langsung dengan Stasiun LRT Jatimulya dan bus dengan area apartemen Green Avenue dan Eastern Green, residensial, mall, rumah sakit, komersial, jalan tol dan lain sebagainya.

2. Samesta Mahata Margonda.

Kawasan yang dikembangkan oleh Perumnas dan mengintegrasikan langsung dengan stasiun KRL Commuter Line Pondok Cina dan Bus dengan area apartemen, residensial, mall, rumah sakit, Universitas Indonesia, Universitas Gunadarma, Politeknik Negeri Jakarta, komersial, jalan tol dan lain sebagainya.

3. Kawasan TOD MRT Stasiun Lebak Bulus.

Kawasan yang dikembangkan oleh PT MRT Jakarta dan mengintegrasikan langsung dengan stasiun MRT Lebak Bulus Grab dan Bus dengan area park and ride, Poin Square (connecting berupa jembatan layang), apartemen, komersial, mall, retail, dan lain sebagainya

Tantangan

Implementasi kawasan TOD dihadapkan oleh berbagai tantangan. Berikut merupakan tantangan-tantangan dalam implementasi kawasan TOD.

1. Pengembangan Moda Transportasi Umum

Moda transportasi umum menjadi salah satu syarat dalam pengembangan kawasan TOD. Moda transit yang memadai di Indonesia selama ini hanya berada di area jabodetabek sehingga pengembangan transportasi umum di kota lain terutama berbasis rel menjadi penting dilakukan seperti rencana KRL SRRL (Surabaya Regional Railway Line) dan Bandung Raya

2. Penyempurnaan Regulasi

Pengembangan kawasan TOD melibatkan banyak pihak dan akan memakan waktu yang lama. Oleh karena itu diperlukan penyempurnaan regulasi agar dapat berjalan dengan lancar. 

3. Pembiayaan

Kawasan TOD di kota besar menjadikan investasi awal yang cukup besar untuk pengembangannya. Kerja sama antara operator transportasi umum dengan BUMN, BUMD dan pihak swasta berbasis pembiayaan kreatif dapat menjadi solusi dengan tidak menggunakan dana APBD maupun APBN.

Sekian artikel tentang konsep pengembangan kota berbasis Transit Oriented Development dan implementasinya. Terima kasih.

Referensi :

[1] A. P. Priadmaja, Anisa, and L. Prayogi, “Penerapan Konsep Transit Oriented Development (Tod) Pada Penataan Kawasan Di Kota Tangerang,” J. Arsit. PURWARUPA, vol. 1, no. 2, pp. 53–60, 2017.

[2] M. H. Isa, “Transit Oriented Development ( TOD ) Sebagai Solusi Alternatif Dalam Mengatasi Permasalahan Kemacetan Di Kota Surabaya,” Jur. Arsit. Bid. Magister Manaj. Pembang. Kota, pp. 1–11, 2014.

[3] Institute for Transportation & Development Policy (ITDP).

[4] Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN No 16 Tahun 2017 tentang pedoman pengembangan kawasan berorientasi transit.

 

Share:

0 Komentar