Opini

Pendidikan Indonesia Untuk Masuk ke Era Society 5.0

Lajunya perkembangan tak terasa membawa perkembangan umat manusia pada era society 5.0, tapi bagaimana dengan Indonesia, apakah kita sudah siap untuk hidup di era tersebut?

Abdul Hadi1 September 2021

Teknologi 4.0 sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-hari. Diawali dengan ditemukannya mesin uap pada abad ke-18, melahirkan industri 1.0. Dilanjutkan penemuan tenaga listrik oleh Nikola Tesla di abad ke-20 yang melahirkan industri 2.0.

Alan Turing mencoba mengembangkan mesin hitung yang ditemukan oleh Charles Babbage, menjadi cikal bakal mesin komputer yang kemudian melahirkan industri 3.0. Revolusi Industri 4.0 bermula pada tahun 2000-2005 ketika internet sudah mulai berkembang. 

Hingga internet merambah pada semua sendi kehidupan manusia, mulai dari transaksi jual beli, pertemuan virtual, hingga produksi hasil industri. Industri 4.0 melahirkan banyak teknologi, diantaranya adalah:

  1. IoT (Internet of Things)
  2. Big Data
  3. Augmented Reality
  4. Cyber Security
  5. Artificial Intelligence
  6. Additive Manufacturing
  7. Simulation
  8. System Integration
  9. Cloud Computing

Era Society 5.0

Teknologi yang terlahir pada industri 4.0, mengantarkan pada kemajuan yaitu industri 5.0. Revolusi Industri 5.0 lebih akrab disebut dengan era society 5.0. Setiap saat, manusia akan terhubung dengan teknologi yang serba memudahkan. 

Ketika kita mencoba membayangkan betapa mudahnya kehidupan manusia pada era society 5.0, tentunya itu merupakan hal yang menyenangkan. Namun, kenyataan yang perlu kita pikirkan bersama, yaitu keadaan dan kesiapan kita sebagai sebuah bangsa yang masih berkembang. 

Sudah siapkah kita menjadi bagian dari era society 5.0?. Lantas, hal apa yang menghambat kita menjadi bagian dari era society 5.0?.

Tes PISA menunjukan pendidikan indonesia masih terbilang lambat untuk mengejar zaman

Fokus Pendidikan kita saat ini masih terbilang lambat untuk menyesuaikan dengan perkembangan jaman. Pernyataan tersebut terbukti dari hasil tes PISA (Programme for International Student Assessment). 

PISA merupakan penilaian siswa secara internasional untuk mengukur kemampuan anak-anak berumur 15 tahun dalam membaca, matematika, dan sains serta kemampuan mereka dalam menghadapi kehidupan yang sebenarnya. Dengan kata lain, tes ini juga mengukur kesiapan anak-anak Indonesia dalam menghadapi kehidupan di masa depan. Tes PISA dilakukan 3 tahun sekali. 

Tahun 2015, hasil tes PISA menunjukkan Indonesia berada pada peringkat 9 terbawah dari 72 negara yang mengikuti tes PISA. Sedangkan pada tahun 2018, Indonesia berada pada peringkat 6 terbawah dari 79 negara. Artinya pada 2015 dan 2018 berturut-turut Indonesia berada pada peringkat 63 dari 72 negara dan peringkat 73 dari 79 negara. 

Tingkat literasi sarjana lulusan dari indonesia lebih rendah lulusan SMP dari Yunani

Lant Pritchett dari Oxford University dari tulisannya  berjudul “The Need for a Pivot to Learning: New Data on Adult Skills from Indonesia” pada 2016 lalu, bahwa anak Indonesia di Jakarta yang telah sudah kuliah memiliki literasi yang lebih rendah dibandingkan dengan lulusan SMP dari Yunani atau Denmark. 

Beliau juga menuliskan bahwa, terdapat sebuah kesenjangan kemampuan yang dimiliki anak Indonesia, dan bila gap atau kesenjangan tersebut diukur dalam satuan waktu, kita, negara Indonesia tertinggal selama 128 tahun.

Tulisan Professor Lant Pritchett menggambarkan kesenjangan yang sangat jauh untuk anak di Jakarta, bagaimana dengan anak-anak yang berada di daerah pedesaan atau bahkan daerah yang terpencil. 

Hal ini juga merupakan masalah lama yang masih dihadapi Indonesia, dimana pendidikan tidak merata sehingga tidak semua anak di Indonesia mendapatkan kualitas yang sama. Publikasi dari Badan Pusat Statistik yang mengangkat Potret Pendidikan Indonesia pada tahun 2019 menunjukkan banyak survey penilaian yang berbeda terhadap aspek Pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan, diantaranya adalah:

  1. Angka melek huruf (AMH)
  2. Angka naik kelas, angka mengulang
  3. Angka bertahan kelas 5 SD/sederajat
  4. Angka melanjutkan, angka putus sekolah
  5. Tingkat Pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk 15 tahun ke atas
  6. Rata-rata lama sekolah penduduk 15 tahun ke atas
  7. Tingkat penyelesaian sekolah

Kesenjangan pendidikan di Indonesia masih belum terselesaikan

Masih dari publikasi badan pusat statistik mengenai Potret Pendidikan Indonesia tahun 2019, menunjukkan bahwa pada usia 15 tahun ke atas, terdapat 

  1. 3.96% presentasi warga Indonesia yang tidak bersekolah
  2. 12.66% yang tidak menamatkan jenjang SD
  3. 25.13% yang hanya sampai pada jenjang SD
  4. 22.31% pada jenjang SMP
  5. 26.69% pada jenjang SMA
  6. 9.26% pada jenjang Perguruan Tinggi (PT).

Dengan beberapa masalah kemampuan, kesenjangan, dan ketidakmerataan pendidikan di Indonesia yang sedang kita alami, 

Pemerintah sudah melakukan berbagai upaya, mulai dari perubahan kurikulum, program Indonesia Mengajar, program pengajaran di daerah terpencil bahkan memperbaiki infrastruktur pendidikan. Namun belum mampu menyelesaikan masalah pendidikan,, apalagi untuk mewujudkan Generasi Emas di Era Society 5.0. 

Ki Hajar Dewantara menyebutkan tujuan pendidikan adalah untuk memerdekakan hidup dan kehidupan anak, lahir dan batin (Hendratmoko, dkk, 2017). 

Dunia Pendidikan kita sekarang seolah bertentangan dengan tujuan Ki Hajar Dewantara. Pendidikan seolah menjadi sebuah momok yang perlu dihindari oleh anak-anak Indonesia. 

Model pembelajaran yang monoton, tidak asik, dan kurang memunculkan motivasi membuat anak-anak tidak tertarik dengan pembelajaran. Pada akhirnya, pendidikan seolah menjadi penjajah bagi anak-anak Indonesia. Jadi bukan sekedar data dan sudah menjadi fakta, bahwa rentetan masalah tersebut jadi penghalang menciptakan generasi emas di era society 5.0.

Pembenahan dapat kita mulai dengan menyamakan persepsi dan memperjelas tugas setiap elemen pendukung Pendidikan, mulai dari pemerintah, guru, siswa, masyarakat, dan yang terakhir, dari pihak swasta. 

Benang merah pendidikan bermula dari kebutuhan siswa dan guru yang didukung oleh masyarakat, diawasi oleh pemerintah dan dikatalisator oleh pihak swasta. Mengapa dalam hal ini pihak swasta menjadi katalisator? 

Pihak swasta dapat bergerak dengan fleksibel

Pihak swasta mampu bergerak dan melakukan perubahan dengan cepat. Ingat bagaimana Gojek dan Grab mengubah wajah transportasi Indonesia dalam kurun waktu singkat, yaitu 10 tahun terakhir.

Pada sektor Pendidikan, Indonesia punya Ruang Guru, Quipper, Zenius, Pahamify, dan Rumah Belajar. Hal yang menjadi tenaga utama dari pihak swasta diantaranya adalah peran pemuda, yang tidak habis dengan ide kreatif, semangat berinovasi, dan pemikiran-pemikiran yang solutif.

Pihak swasta mampu menyesuaikan perubahan dan mencari apa yang sedang dibutuhkan oleh siswa. Dalam hal ini, aspek yang perlu untuk dipenuhi jika melihat dari permasalahan yang sudah disebutkan adalah:

  1. Menjadikan pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan
  2. Membantu siswa mengenali diri dan kemampuannya dari umur 5 tahun
  3. Memberikan kebebasan berekspresi siswa untuk belajar dan menentukan bidang yang ingin ditekuninya
  4. Menanamkan semangat literasi yang tinggi
  5. Menyesuaikan frame pembelajaran dengan perkembangan teknologi
  6. Membentuk tim teaching yang mewadahi guru-guru untuk mampu menjadi komunikator yang baik dalam belajar

Ketika poin-poin diatas mampu dipenuhi atau setidaknya diusahakan. Seiring dengan berjalannya waktu, nantinya kita akan mulai melahirkan generasi emas yang siap menghadapi era society 5.0. 

Perubahan yang baik adalah perubahan yang dimulai dari generasi mudanya, generasi yang dididik dengan cara yang tepat. Maka, Pendidikan menjadi salah satu jalan kunci untuk Indonesia agar mampu menciptakan generasi emas.

Teguh Warsito, dalam tulisannya yang berjudul “Attaining the Demographic Bonus in Indonesia“, Indonesia mengalami bonus demografi pada tahun 2030, dimana populasi manusia produktif (15-64 tahun) lebih tinggi dibandingkan dengan angka populasi manusia non produktif. 

Kolaborasi bonus demografi dengan usaha untuk memperbaiki Pendidikan anak-anak Indonesia akan melahirkan generasi emas yang nantinya akan siap untuk menghadapi era society 5.0, dimana semua kehidupan manusia akan terintegrasi dengan teknologi.

 

Share:

0 Komentar

Artikel Terkait