Digital Elevation Model (DEM) merupakan pemodelan bentuk permukaan bumi secara digital berdasarkan data ketinggian yang telah diperoleh sebelumnya. Dengan menggunakan algoritma tertentu, model ini dapat dibuat dengan mendefinisikan ketinggian permukaan bumi dengan titik-titik sampel.
Digital Elevation Model (DEM)
Pembuatan DEM melewati dua tahapan penting yaitu gridding dan interpolasi.
Gridding adalah proses pembuatan grid dalam interval tertentu yang nantinya perpotongan antar grid digunakan sebagai titik ketinggian. Titik-titik grid tersebut kemudian digunakan untuk mewakili ketinggian pada wilayah tersebut. Selanjutnya, interpolasi digunakan untuk menentukan ketinggian yang tidak terwakili oleh grid-grid tadi karena tidak mungkin terakuisisi seluruh data ketinggian pada wilayah pengamatan.
Nah, titik-titik tersebut kemudian kita modelkan menjadi sebuah permukaan dengan menghubungkan antar titik dengan ketinggian yang sama menjadi sebuah Digital Elevation Model (DEM).
DEM sendiri terbagi menjadi dua yaitu Digital Surface Model (DSM) dan Digital Terrain Model (DTM). Lalu, apa sih perbedaan dari kedua model elevasi tersebut?
Digital Surface Model (DSM)
DSM merupakan pemodelan elevasi yang mendefinisikan seluruh elevasi permukaan bumi termasuk vegetasi, bangunan, dan fitur-fitur buatan manusia yang lainnya. Biasanya model digital ini diperoleh dari hasil pemodelan menggunakan citra satelit atau foto udara sehingga terlihat bangunan dan pepohonan yang menonjol.
Dapat terlihat bahwa ketinggian bangunan di perkotaan tersebut masih terlihat dengan jelas. Penerapan model elevasi digunakan untuk menganalisis tingkat visibilitas suatu titik dengan titik lainnya. Tentunya analisis tersebut berguna dalam penentuan lokasi bisnis atau lokasi fasilitas umum. Selain itu, DSM juga bermanfaat dalam perencanaan tata kelola kota beserta analisis tutupan lahan suatu wilayah.
Digital Terrain Model (DTM)
DTM merupakan kebalikan dari DSM, dimana elevasi yang dimodelkan tidak termasuk fitur-fitur di atas permukaan bumi. Pemodelan elevasi hanya permukaan tanah (terrain) saja. Maka, dapat diketahui sekaligus bentuk topografi dari suatu wilayah.
Untuk mendapatkan model elevasi ini, dapat melakukan pengolahan lebih lanjut dalam pengolahan citra dan foto udara atau akuisisi data dengan metode terestris, dimana titik sampel diambil secara langsung pada lapangan.
Berdasarkan gambar di atas, terlihat perbedaan yang signifikan antara DSM dan DTM.
Pada pemodelan DTM, fitur-fitur yang menonjol seperti bangunan dan pepohonan dihilangkan sehingga menyisakan bentuk permukaan bumi asli. Model ini sendiri sangat berguna dalam penerapan keteknikan terlebih dalam pekerjaan rekayasa sipil.
Salah satunya mengenai perhitungan galian dan timbunan (cut and fill) yang memerlukan volume permukaan tanah di lapangan. Pekerjaan pertambangan juga memerlukan model elevasi ini karena model ini murni permukaan tanah.
Perbedaan DSM dan DTM
Gambar berikut akan memvisualisasikan perbedaan kedua model dengan perspektif melintang. Garis berwarna merah merupakan gambaran dari Digital Surface Model (DSM), sedangkan garis berwarna kuning merupakan gambaran dari Digital Terrain Model (DTM).
Itulah sedikit ulasan mengenai Digital Elevation Model (DEM) beserta dengan penerapannya. Model elevasi ini tentunya sangat berguna karena suatu permukaan bumi dapat dimodelkan bentuknya. Kemudian hasil pemodelan tersebut dapat dimanipulasi untuk berbagai macam kebutuhan seperti perancangan tata letak hingga pekerjaan rekayasa teknik.
Jadi, apakah kalian tertarik lebih lanjut untuk mempelajari DEM?