Bak diingatkan kembali akan unggahan beberapa bulan lalu, Kominfo membuat postingan yang menimbulkan banyak pertanyaan dan asumsi di seluruh kalangan. Bayangkan saja, postingan lamanya diunggah ketika Johnny G. Plate resmi menjadi tersangka korupsi proyek BTS. Kendati demikian, isi postingannya sudah direalisasikan. Postingan itu berisi tentang refarming frekuensi 2,1GHz yang dikabarkan rampung 3 bulan sebelum kabar Menteri Kominfo turut andil dalam kasus korupsi.
Refarming atau Reframing? Kedua kata ini memang sangat mirip. Pasalnya di postingan media sosial Kominfo menyebut penataan ulang frekuensi dengan kata reframing, sedangkan ketika kita cari di search engine, yang muncul adalah refarming. Dari segi bidang makna, kedua kata tersebut berbeda jauh. Refarming berkaitan dengan telekomunikasi, sementara Reframing berkaitan dengan psikologi. Sebagai pemerintah publik, sudah sepatutnya creator memastikan semua kata atau informasi diunggah dengan benar agar tidak terjadi miss information.
Bukan mencari kesalahan atau berperan kayak yang paling benar, tetapi ini bentuk ungkapan keresahan terhadap kebijakan petinggi negara. Masa hal kecil seperti pemilihan kata saja masih salah? Upss…
Akses Internet Buffer Terus Nih, Kok Bisa Sih?
Manfaat yang ditawarkan dari penataan ulang frekuensi adalah meningkatnya kecepatan internet mobile broadband. Sangat mengiurkan bukan? Signal provider yang kita pakai jadi lebih stabil sejalan dengan kecangnya kecepatan internet. Namun, kenyataannya gimana? Pertanyaan Retroris. Semakin kesini semakin kesana, kecepatan internet semakin melambat seperti keong. Bahkan yang klaimnya provider terbaik Indonesia saja masih sangat memprihatinkan.
Jika ditilik lebih dalam, harga kuota internet juga semakin mahal dan tak masuk akal. Apakah ada hubungannya dengan kenaikan UMR tahun 2023? Persetan dengan kenaikan UMR kalau harga tak sebanding dengan kualitas yang diterima.
Refarming bisa ninggkatin akses mobile broadband, oleh karenanya operator punya opsi bandwidth lebih lebar dalam satu pancaran. Sederhananya, refarming menjadikan jalan yang dipakai signal atau jaringan untuk sampai ke penggunanya bertambah lebar. Belum lagi kalau beda pancaran, ada nada jalan yang lebih banyak untuk signal sampai ke pengguna. Apabila dimanfaatkan dengan baik, kebijakan refarming bisa mengatasi masalah traffic tinggi di Indonesia.
4G Saja Belum Sepenuhnya 4G, Yakin Ninggkatin Kualitas 4G?
Secara Ilmu Telekomunikasi, 4G di Indonesia belum bisa disebut dengan 4G yang sesungguhnya. Seperti yang diketahui, Indonesia mengenal istilah LTE. Sadarkah kamu para penyedia layanan internet lebih sering menggunakan istilah LTE? Ya benar, 4G di Indonesia adalah LTE. LTE merupakan bagian dari 4G yang belum sempurna. Gampangnya, 4G memiliki nilai 4 sedangkan LTE memiliki nilai antara 3,8 hingga 3,9 yang tidak mencapai angka 4 sempurna.
Setuju kalau penataan ulang frekuensi akan banyak memberikan manfaat. Dari semua itu, yang terpenting adalah frekuensi akan menjadi lebih tertata dan berfungsikan secara maksimal. Kalau refarming menawarkan akan membaiknya kualitas layanan koneksi 4G dan 5G, apa benar akan terealisasi padahal teknologinya saja belum mutlak tercapai?
Serius Agenda Refarming Juga Nggak di Korupsi?
Pembangunan BTS 4G untuk daerah 3T sudah dimulai sejak tahun 2020 sampai 2022. Hingga pada akhir tahun 2022, beberapa pihak merasa janggal karena baru berprogres di 89,7%. Segenap tim penyelidik kemudian bertindak dan gong-nya yakni penetapan salah satu tersangka adalah Menteri Kemen Kominfo sendiri.
Tidak ada jaminan bahwa agenda refarming frekuensi ini tidak di korupsi oleh para petinggi pemerintah. Bukan tak percaya sama pemerintah tetapi semakin kesini kasus korupsi yang dilakukan pemangku kebijakan semakin marak. Oleh karena itu, tak heran jika rasa percaya masyarakat mulai tergerus.
Gimana sobat? Kayak nggak ada bahan lain itu diposting eh malah postingan lama yang cukup rame kolom komentarnya. Agendanya juga udah beres ngapain recycle kontennya terus-menerus!