Opini

Perlukah Mengikuti Prespektif Orang Lain?

Apakah perempuan harus selalu cantik? Pertanyaan yang akan dilontarkan saat dihadapkan dengan problematika mengenai standar kecantikan. Kecantikan itu sendiri memiliki arti dalam kamus besar bahasa Indonesia yaitu keelokkan (tentang wajah, muka). Bil

Natasya28 Agustus 2022

Perlukah Mengikuti Prespektif Orang Lain?

Apakah perempuan harus selalu cantik? Pertanyaan yang akan dilontarkan saat dihadapkan dengan problematika mengenai standar kecantikan. Kecantikan itu sendiri memiliki arti dalam kamus besar bahasa Indonesia yaitu keelokkan (tentang wajah, muka). Bila kita berkaca dengan sudut pandang lain, arti kecantikan itu sendiri sangat luas. Kecantikan bisa diartikan sesuatu yang disukai, menarik, dan mempesona atau menginspirasi sehingga mampu membuat kita senang bahkan muncul rasa suka. Kecantikan merupakan perasaan senang atau suka yang muncul dalam persepsi masing-masing individu. Persepsi itu muncul sebab adanya suatu emosi, motivasi, kognisi, pemikiran dan pembelajaran secara bersamaan.

Kecantikan sebenarnya tidak lahir secara tunggal, akan tetapi secara keseluruhan, melalui rangkaian atau paduan dari beberapa faktor, baik mental, finansial, atau spiritual. Memaknai hal tersebut sepatutnya kita tidak memandang kecantikan dari satu sisi saja. Kecantikan dari sisi internal lebih dibutuhkan daripada kecantikan dari sisi eksternal.

Adanya fenomena standar kecantikan yang mengotakkan perempuan, menimbulkan perbedaan perlakuan sosial masyarakat terhadap perempuan. Fenomena standar kecantikan muncul disebabkan adanya anggapan bahwa kecantikan terletak pada perempuan yang sempurna secara fisik dan memiliki daya tarik di mata lelaki. Perempuan selalu dituntut untuk tampil cantik dan menjadi sempurna. Cantik selalu dikaitkan dengan fisik. Tidak perlu mencari contoh dari negara lain yang mempunyai standar kecantikan. Di negara kita sendiri sudah membentuk standar kecantikan sendiri. Ditambah dengan masuknya budaya K-Pop yang berasal dari negara Ginseng yaitu Korea memberi pengaruh pada standar kecantikan. Cantik itu harus langsing, cantik itu berhidung mancung, mempunyai kulit glowing, dan berkulit putih. Standar tersebut membuat perempuan berlomba-lomba untuk mencapainya hanya untuk sebuah gelar atau pengakuan “cantik” dari orang lain. Prespektif orang lain mengenai fisik sangat dianggungkan, hingga berbagai perawatan dilakukan, bahkan melalui jalur operasi pun ditempuh untuk mencapai standar kecantikan. Memang apa salahnya untuk menjadi cantik?

Menurut Naomi Wolf (1990), dalam bukunya yang berjudul The Beauty Myth menyatakan “rintangan-rintangan yang lebih legal dan material bagi perempuan telah dipatahkan melalui citra-citra tentang kecantikan perempuan yang lebih ketat, berat, dan kejam yang hadir untuk kita ikuti”. Dari pernyataan tersebut dijelaskan kalau kebencian atas diri sendiri, perasaan tidak sempurrna, serta kekhawatiran dalam diri perempuan. Hal ini berakibat pada kurangnya rasa percaya diri dan tidak bisa menerima diri secara utuh.

 

Slowers & Durm menyatakan bahwa perempuan kurang merasa puas dengan tubuhnya dibandingkan laki-laki, karena ada orang yang terobsesi dengan penampilan dan melakukan usaha keras agar standar kecantikan yang tinggi bisa dicapai (Hanna, 2003: 10).

Dampak standar kecantikan kadang kala juga membuat seseorang menghina fisik orang lain. Kasus bullying terhadap fisik kerap terjadi di lingkungan sekitar tanpa kita sadari. Lebih parahnya bullying terjadi di lingkungan keluarga. Akibatnya, anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan keluarga tersebut akan tumbuh menjadi remaja yang rendah diri. Bukannya peran keluarga seharusnya tempat untuk berkembang dan membentuk kepercayaan diri.

Kasus bullying ini dapat berdampak pada mental korban bahkan berakibat pada bunuh diri. Kasus yang menimpa Rosalie berumur 13 tahun adalah salah satu kasus bunuh diri karena bullying yang dilakukan teman-teman sekolahnya karena suatu penyakit dan kondisi fisiknya. Rosalie sempat meninggalkan surat permintaan maaf kalau dirinya jelek. Selain itu, terdapat kasus serupa yang terjadi pada Hannah Smmith berumur 14 tahun yang melakukan tindakan bunuh diri disebabkan bullying yang menimpanya dari orang-orang yang tidak dikenal melalui media sosial.

Standar kecantikan yang tidak memanusiakan perempuan sudah sepatutnya ditinggalkan. Kecantikan bukan menyiksa namun lebih pada penerimaan diri seutuhnya. Kecantikan merupakan sesuatu hal tentang bagaimana persepsi kita terhadap diri sendiri. Mengapa peduli dengan perspektif orang lain?

Share:

0 Komentar