Anda memiliki teman yang sudah sekolah mahal-mahal, tinggi-tinggi, tetapi malah menganggur, tidak jelas bagaimana kerjanya sekarang? Kalau Anda kenal dengan orang yang demikian, Anda tidak sendiri. Menurut BPS, ada sekitar 5,98 Juta orang lulusan universitas menganggur. Serta sebanyak 5,87 Juta jiwa lulusan diploma yang menganggur selama 2021.
Apakah ini merupakan sebuah masalah? Tentu saja. Mari kita bedah satu per satu masalah apa yang sebenarnya terjadi di dalam kasus ini.
** Special Event
Hal ini sengaja saya masukkan di awal sebagai sebuah pengingat bagi kita semuanya. Pengangguran di 2020 dan 2021 menjadi cukup tinggi karena special event bernama Pandemi COVID-19.
Namun, perlu diingat bahwa special event ini tidak bisa jadi legitimasi penyebab banyaknya sarjana yang menganggur. Supaya lebih objektif, marilah kita melihat permasalahan yang menyebabkan banyak pengangguran lulusan universitas.
1. Salah Memilih Jenjang Pendidikan Lanjutan
Nah, marilah kita masuk ke unsur permasalahan yang pertama.
Seperti yang diketahui, anak SMA di Indonesia, sepertinya sangat terobsesi untuk masuk Universitas. Jelas karena universitas sendiri merupakan bentuk pendidikan tinggi yang paling "populer".
Namun, seyogyanya, Universitas diciptakan untuk mencetak akademisi-akademisi handal di bidang yang spesifik. Oleh sebab itu, tugas-tugas yang diberikan bersifat teoretis, penuh riset serta percobaan.
Sebaliknya, kalau kita mau mengambil jalur karir sebagai seorang praktisi, pililah politeknik. Meskipun mendapatkan teori, Politeknik lebih menekankan kepada ilmu yang digunakan di industri/lapangan.
Tetapi kenapa kok orang-orang yang mau masuk ke industri malah memilih universitas?
Jelas. Karena masyarakat kita masih memandang berbeda antara gelar D4 dengan S1. Padahal, sekarang ini mereka berada pada taraf dan juga kedudukan yang sama.
Hanya berbeda pada fokus jenjang karir yang akan mereka ambil saja. Serta terdapat perbedaan pada penulisan gelar, jikalau D4 mendapatkan gelar S.Tr., S1 mendapatkan gelar S.T.
2. Teknologi yang berkembang terlalu cepat
Teknologi yang berkembang pesat adalah sesuatu yang baik. Namun ketika terlalu cepat, ini bisa menjadi sebuah bahaya.
Hal ini sudah terlihat dari banyaknya pekerjaan yang hilang dalam kurun waktu 15 tahun terakhir. Hilangnya pekerjaan ini membuat mahasiswa yang baru lulus harus bersaing di dalam bursa kerja yang baru. Tentu saja, hal ini menambah persaingan yang ada.
Serta ditambah lagi jikalau kemampuan seseorang mengadopsi teknologi ternyata cukup lambat. Hal ini tentu membuat seorang pencari kerja akan terseok-seok dalam mengikuti perkembangan teknologi. Dengan begitu akan tertinggal dalam bursa pencarian kerja.
3. Banyaknya teori dan kurangnya Ilmu lapangan
Seperti yang dijelaskan pada poin sebelumnya, bahwa banyak orang salah mengambil jenjang pendidikan. Dan ketika seseorang sudah terjebak, mereka mau tidak mau akan dijejali dengan segudang teori. Apalagi kalau berbicara soal rumpun ilmu Saintek.
Sayang seribu sayang, tidak semua teori yang dipelajari akan terpakai di dunia pekerjaan. Mungkin hanya sekitar 20-50% ilmu yang benar-benar berguna, selebihnya akan dipelajari di industri.
Tetapi apakah hal ini memang benar-benar tidak bisa dipelajari di perkuliahan? Oh tentu saja tidak. Kita bisa mempelajari ilmu-ilmu industri ini di perkuliahan.
Nah, sayangnya, mahasiswa kita kebanyakan tidak mendapatkan ilmu-ilmu yang dipelajari di industri ini. Bisa karena faktor eksternal seperti kurikulum yang memang tidak memberikan hingga mahasiswa yang tidak mau belajar.
Untungnya, di website Anak Teknik Indonesia, ada segudang training untuk menjembatani antara fresh graduate dengan industri. Harganya pun terjangkau. Mau lebih murah lagi? Input kode afiliasi penulis, TOWXH di bagian afiliasi sebelum menyelesaikan pembayaran.
Jadi itulah 3 faktor kenapa banyak lulusan Universitas yang menganggur. Jangan ragu dan jangan segan untuk terus belajar dan bertanya pada yang lebih ahli. Teruslah semangat mencari pekerjaan wahai para pencari kerja.