Hanya 0,01% anak-anak Indonesia yang gemar membaca. Miris? Jelas. Tetapi miris saja tidak cukup, kita harus merubahnya. Nah, sebelum kita merubah kebiasaan buruk ini, alangkah baik ketahui apa saja saja faktor anak-anak Indonesia jadi kurang gemar membaca.
1. Tradisi Indonesia adalah Tradisi Lisan
Hal ini seringkali dilupakan oleh masyarakat ketika mencari faktor penyebab rendahnya minat membaca. Secara tradisional, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang menurunkan sejarahnya secara lisan.
Seperti kakek dan nenekmu menceritakan masa muda dulu tentang bagaimana mereka hidup. Tetapi, jika mereka masih hidup, cobalah minta diari mereka. Kemungkinan besar mereka tidak punya. Karena memang secara tradisional, masyarakat kita adalah masyarakat yang hidup dengan tradisi lisan.
Lalu bagaimana dengan relief di Borobudur, Kitab Sutasoma, Negara Kertagama dan lainnya?
Perlu diketahui, memang ada peninggalan berupa tulisan atau penggambaran. Namun, jumlah yang ada dan masih eksis di Indonesia sangatlah sedikit. Dibandingkan dengan peradaban seperti Mesir, Romawi, atau bahkan Mesoamerika yang hidup sejaman dengan orang-orang nusantara, relief atau manuskrip peninggalan milik kita amatlah sedikit.
Hal ini disebabkan karena lagi-lagi pengaruh budaya di masyarakat kita. Orang yang bisa baca tulis adalah para bangsawan dan pendeta yang terpelajar. Sedangkan rakyat jelata akan menurunkannya secara lisan.
2. Pendidikan yang Masih Belum Merata
Pernahkah kita sadar kalau yang merajai peringkat UN adalah sekolah-sekolah di pulau Jawa? Kalau pernah, selamat! Anda telah tersadarkan.
Tapi pernah tidak kita bertanya, mengapa harus yang ada di pulau Jawa? Alasannya sangatlah mudah. Karena pendidikan di pulau Jawa sudah jauh lebih merata dibandingkan pulau-pulau lainnya.
Sebagai pusat ekonomi dan politik di Indonesia, sekolah-sekolah di pulau Jawa pun bersaing agar menjadi sekolah unggulan. Banyak dari mereka yang bahkan hanya menerima murid pintar di sekolah mereka. Agak miris bukan?
Akhirnya hal ini menjadi efek domino. Dengan kurangnya pemerataan dari segi fasilitas juga tenaga pengajar, anak-anak di luar pulau Jawa memiliki kemungkinan untuk menjauhi buku. Bahkan bisa saja kesulitan untuk mengakses buku.
Serta, pemerataan yang tidak imbang membuat buku-buku yang ada memiliki kualitas yang jauh lebih rendah. Pada akhirnya, minat baca pun menurun.
Sebaliknya, yang berada di pulau Jawa justru terlena dengan keadaan. Mereka bisa mengakses pendidikan lewat internet, komputer, dan sebagainya. Pada akhirnya pun sama juga, buku dijauhi dan minat baca rendah.
3. Sistem Pendidikan
Nah, ini dia yang sering dikambinghitamkan. Sistem pendidikan Indonesia yang menekankan pada hafalan. Sistem seperti ini hanya akan membuat murid-murid bosan dan melihat buku sebagai hal yang mengerikan.
Meskipun metode pengajaran di universitas sudah berbeda, namun hafalan masih mengambil porsi terbesar.
Padahal, apabila dikemas dengan cara penyampaian yang baik serta didorong dengan menekankan pemahaman akan intisari pembahasan.
Buku akan menjadi sahabat yang nikmat bagi setiap pelajar maupun mahasiswa di Indonesia. Meskipun, memang ada beberapa buku yang sulit dicerna, terutama yang berkaitan dengan fundamental sains.
Dan pada akhirnya, semua faktor-faktor ini saling menjalin satu sama lain. Besar harapan saya untuk para anak teknik di Indonesia memiliki kepedulian, terutama di bidang literasi dan minat baca. Karena jika bukan kita, siapa lagi?