Now or Never! Itulah gambaran COP26 yang akan dilaksanakan pada 30 Oktober hingga 12 November 2021. COP26 adalah kelanjutan dari COP21 yang telah diadakan di paris pada 2015. Konferensi ini akan membahas kebijakan negara di dunia terkait isu perubahan iklim dan kerusakan lingkungan. Di dalam COP26, diprediksikan ada keputusan mengenai bagaimana negara-negara di dunia untuk mencapai Net Zero Emissions.
Tapi memangnya kenapa COP26 ini digadang-gadang sebagai konferensi terakhir dan paling final dalam rangka penanganan bencana iklim?
Dilansir dari berbagai sumber, dunia diprediksikan mengalami kenaikan suhu sebesar 4 derajat Celcius di akhir tahun 2100. Jikalau tidak segera mengambil kebijakan Net Zero Emissions. Tentunya, kenaikan suhu ini dapat mengancam eksistensi mahluk hidup yang ada di bumi. Sebagai perbandingan, dari zaman es terakhir hingga saat ini suhu bumi naik 6 derajat celcius. Setiap kenaikan temperatur 1 derajat celcius suhu, bumi kehilangan banyak sekali keragaman hayati. Laut jadi lebih asam dan membuat keragaman hayati di lautan hancur, termasuk terumbu karang.
Dan target dari COP26 adalah menahan laju kenaikan temperatur kita untuk tidak lebih dari 1,5 derajat celcius. Mengapa harus ditahan untuk tidak lebih dari 1,5 derajat celcius? Karena, 1,5 derajat celcius dianggap batas manusia bisa mengembalikan dan memperbaiki keadaan bumi. Alias jikalau sudah mencapai lebih dari 1,5 derajat celcius, sudah masuk kiamat iklim.
Lalu apa yang bisa kita lakukan?
Mulai melakukan pengurangan emisi terutama di 2 bidang utama, yaitu Transportasi dan Energi. Mengapa harus kedua bidang utama ini? Karena dari 2 bidang ini, kita menyumbang gas rumah kaca yang paling besar yaitu CO2. Ada beberapa yang lebih berbahaya seperti Metana dan Nitrogen dioksida, yang dihasilkan dari domestik dan industri pertanian. Akan tetapi, ketahannya hanya sebentar ketika mereka naik ke atmosfer. Berbeda dengan CO2 yang bisa bertahan ketika naik ke atmosfer.
Dan tentunya, gas rumah kaca akan memerangkap panas agar tidak bisa keluar dari bumi kita. Berbahaya? Sangat! Dengan adanya kenaikan suhu ini, es-es di kutub mencairkan serta daerah semakin kering. Negara-negara kepulauan akan tenggelam, dan negara-negara yang berada di kontinen akan merasakan kekeringan. Dunia bisa jatuh ke dalam krisis pangan skala besar. Dan membawa rentetan hal-hal buruk lainnya jikalau kita tidak segera menyelesaikan permasalahan ini.
Lalu Bagaimana Menanganginya?
Menurut Bill Gates, dalam bukunya How To Avoid A Climate Disaster yang dipublikasikan secara gratis (dapat diperoleh dengan mengakses bio Instagram Bill Gates), jalan terbesar adalah dengan mencapai Net Zero Emissions. Yang artinya kita tidak menghasilkan emisi yang dapat terbang ke atmosfer. Alias jumlah emisi yang dikeluarkan setara dengan jumlah emisi yang diterima dan diserap bumi. Dan jikalau bisa, maka bisa mulai melakukan Net Negative Emissions, alias menyerap kembali jumlah CO2 di udara. Meskipun sebenarnya sudah mulai banyak ilmuwan yang bekerja untuk pabrik penyedotan CO2. CO2 yang disedot, lalu akan dipompa ke tanah untuk perlahan diubah menjadi batuan.
Seperti yang dikatakan oleh aktivis lingkungan, Greta Thunberg, yaitu kita harus merubah segala kebijakan politik yang ada di dunia yang bertentangan dengan kesepakatan untuk menahan laju perubahan iklim. Karena yang paling sulit diubah bukanlah sektor ekonomi. Sektor ekonomi bisa diubah menjadi lebih ramah lingkungan. Tetapi, sektor politik seringkali tidak memberikan ruang untuk ekonomi ramah lingkungan bertumbuh.
Atau jikalau kedua hal tersebut dinilai terlalu jauh, kita bisa memulainya dari depan rumah. Kita bisa memulai dengan menanam pohon dengan pot-pot kecil, memasang panel surya, mengendarai kendaraan ramah lingkungan.
Kesimpulan
COP26 mungkin memang kesempatan terakhir. Tetapi tanpa keikutsertaan, kerelaan, dan kemauan kita untuk menahan laju perubahan iklim global, COP26 akan sia-sia belaka. Dan saat itu terjadi, mungkin kita sudah tidak punya kesempatan lagi untuk memperbaiki bumi kita ini.