Perkembangan industri tidak dapat dilepaskan daripada kehidupan manusia bagaimana tidak dunia saat ini. Perkembangan industri sudah empat kali mengalami revolusi industri, dimulai dari revolusi industri 1.0 pada abad ke 18 dengan penemuan mesin uap, hingga sekarang masuk revolusi industri 4.0 dengan mengkolaborasikan antara teknologi siber dan teknologi otomasi pada bidang industri.
Salah satu permasalahan yang sedang hangat dibicarakan saat ini yaitu semakin marakanya ‘Industri Kendaraan Listrik’ di dunia saat ini. Sektor transportasi mulai beralih dari penggunaan bahan bakar fosil ke energi listrik. Bahan bakar fosil menyebabkan peningkatan emisi CO2 di atmosfer menjadi 33.9 Gt pada tahun 2020. Sektor transportasi menjadi penyumbang terbesar kedua daripada emisi CO2 di atmosfer sebesar 7.2 Gt, setelah sektor industri.
Tahun 2050, kendaraan listrik mencapai target 100%
Pengunaan mobil listrik menjadi salah satu solusi untuk mengurangi emisi CO2 di atmosfer. Berdasarkan kajian dari Internasional Energy Agency (IEA) mengenai ‘Net Zero by 2050’ dimana jumlah penggunaan kendaraan listrik ditargetkan mencapai 64% pada tahun 2030 dan 100% pada tahun 2050 jika ingin mengurangi emisi CO2 di atmosfer hingga 0% pada tahun 2050.
Target yang direncanakan sejalan dengan meningkatnya stok kendaraan listrik. Produksi mobil listrik secara global berkembang pesat,pada tahun 2020, stok mobil listrik secara global mencapai 10 juta unit, dimana 43% lebih tinggi dibandingkan tahun 2018.
Peningkatan stok mobil listrik secara global juga diimbangi dengan meningkatnya penjualan mobil listrik secara global. Pada tahun 2020, penjualan mobil listrik secara global mencapai lebih dari 3 juta unit. Meningkat hampir 1 juta unit dimana pada tahun 2019 sebesar 2,1 juta unit dengan pangsa pasar mencapai 4,4% melebihi tahun 2018 sebesar 2,5%.
Indonesia membentuk pengembangan industri baterai
Salah satu langkah pemerintah dalam menyambut ‘Industri Mobil Listrik’ dunia yaitu dengan cara membentuk Indonesia Battery Corporation. Indonesia Battery Corporation merupakan holding baterai listrik nasional yang dibentuk dengan tujuan untuk mengintegrasikan industri baterai listrik di Indonesia dari hulu hingga hilir.
Pembentukan Indonesia Battery Corporation merupakan langkah pemerintah dalam menyambut era industri mobil listrik di dunia. Indonesia sendiri tidak ingin melewatkan momentum ini seperti yang terjadi pada tahun 70-an pada saat era industri minyak bumi sedang dalam masa keemasannya dan di tahun 2000-an hal serupa juga terjadi pada industri batu bara.
Indonesia memiliki bahan pembuatan baterai yaitu nikel
Indonesia merupakan negara dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, salah satunya yaitu adalah nikel. Indonesia sendiri menguasai 30% daripada cadangan sumber daya nikel di dunia dengan jumlah sebanyak 21 juta ton.
Jumlah ini mengalahkan negara-negara lainnya seperti, Australia yang hanya memiliki cadangan sebanyak 20 juta ton dan China yang hanya memiliki cadangan nikel sebanyak 2.8 juta ton. Melimpahnya jumlah cadangan nikel yang dimiliki Indonesia juga diimbangi dengan produksi nikel yang banyak dilakukan oleh Indonesia.
Pada tahun 2020 indonesia sendiri memproduksi nikel sebesar 760 ribu ton, yang mana merupakan produksi tertinggi dibandindingkan dengan negara lainnya dimana Filipina yang hanya sebesar 320 ribu ton maupun dengan rusia yang hanya sebesar 280 ribu ton.
Besarnya produksi nikel yang dilakukan membuat Indonesia harus melakukan proses hilirisasi untuk hasil tambang nikel untuk meningkatkan nilai jual bagi nikel Indonesia. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020, dimana kewajiban hilirisasi yang melekat pada industri pertambangan tidak lain untuk memberikan nilai tambah bagi hasil tambang, dan nikel adalah salah satunya.
Salah satu langkah daripada melakukan hilirisasi nikel senidri yaitu dengan membangun smelter. Indonesia menargetkan pembangunan smelter sebanyak 48 buah yang dapat beroperasi semua pada tahun 2024 terlepas daripada kondisi pandemi saat ini.
Manfaat nikel
Nikel sangat banyak manfaatnya pada kehidupan sehari-hari. Salah satu pemanfaatan nikel yaitu sebagai bahan baku manufaktur nickel-based ion lithium battery yang mana salah satunya akan dimanfaatkan untuk mobil listrik.
Saat ini permintaan nikel sudah termasuk tinggi, dengan perusahaan raksasa seperti Tesla milik Elon Musk yang sudah mengamankan perjanjian dengan Kaledonia Baru. Hal ini tentu membuat permintaan nikel untuk baterai kendaraan listrik semakin meningkat, pada tahun 2040 diprediksi akan mengalami peningkatan signifikan dibandingkan pada tahun 2020. Yang mana meningkat daripada 163 ribu ton pada tahun 2020 menjadi 1,22 juta ton pada tahun 2040 dan permintaan nikel secara global akan melebihi 4 juta ton pada tahun 2020.
Pengembangan industri baterai listrik di Indonesia mempunyai keuntungan dan tantangan yang akan dihadapi pada tahap pelaksanaan pengembangan. Menurut Direktur External Relation PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) Scott Ye, ada tiga keuntungan yang akan diperoleh Indonesia sebagai produsen utama dari baterai listrik.
Adapun keuntungan yang akan diperoleh adalah pertama, Indonesia berpotensi sebagai produsen nikel terbesar di dunia. Hal ini sejalan, nikel merupakan salah satu komponen utama dari baterai. Indonesia akan berpotensi dilirik oleh investor untuk pengenmbangan industri baterai nasional.
Keuntungan selanjutnya yang akan diperoleh adalah negara dapat bersaing dalam lingkup tenaga kerja dibandingkan negara lain. Pembangunan industri ini akan membuka peluang kerja bagi angkatan kerja di Indonesia. Pada saat ini, Indonesia memiliki sumber daya manusia yang banyak dengan mayoritas usia masih tergolong muda. Diharapkan dengan adanya industri ini dapat mengembangkan kualitas dari sumber daya manusia negara Indonesia.
Keuntungan terakhir yang didapatkan adalah Indonesia memiliki kebijakan yang dapat mempermudah investasi serta kebijakan lainnya. Menurut Scott, hal ini akan sangat mendukung akselerasi dari pengembangan dan pembangunan industri Indonesia sebagai negara produsen nikel terbesar di dunia.
Tantangan pengembangan industri baterai di Indonesia
Tantangan yang dihadapi dalam pengembangan industri baterai listrik nasional terdapat pada pengalaman dalam pembentukan industri baterai listrik nasional. Menurut Agus Tjahjana Wirakusumah, teknologi baterai yang dipakai masih tergantung pada pemain global baterai dan OEM sebagai offtaker, sementara Indonesia belum memiliki pengalaman memadai dalam membangun industri baterai listrik.
Selain itu pembangunan ekosistem industry baterai listrik yang besar ini juga memiliki resiko yang besar yang dari segi teknologi yang tinggi serta pasar yang bergantung pada original equipment manufacturer (OEM).
Eksistensi IBC bukanlah untuk memonopoli industri baterai kendaraan listrik. Melainkan menggandeng mitra dengan berbagai pihak. Namun harus tetap terkonsolidasi dengan baik. Tanpa konsolidass maka hilirisasi dikhawatirkan tidak akan berjalan dengan baik dan hanya mengalihkan kekayaan alam untuk dipakai bangsa lain untuk diolah dan masuk lagi ke Indonesia untuk dijual.
Pola kerja sama ini mengunci hilirisasi sehingga menguntungkan bagi Indonesia. Tidak hanya sebagai pasar melainkan dapat menumbuhkan lapangan kerja lantaran pabriknya berlokasi di Indonesia.