Pada suatu hari ketika ada presentasi. Beberapa audiens mendengar dengan seksama.
“Emmm baik, kali ini kami akan membahas tentang simbiosis mutualisme. Apa artinya? Emmm, simbiosis mutualisme yaitu interaksi antara makhkuk hidup yang saling menguntungkan. Emmm, sebagaimana yang kita tahu…”
STOP!
Tidak usah dilanjutkan.
Kenapa berhenti? Bagi sebagian audiens itu akan terdengar biasa saja.
Emang ada yang salah? Enggak juga sih. Tapi bayangin aja deh selama kurang lebih 10 hingga 15 menit kamu akan mendengar kata “emmm” diulang-ulang terus.
Bosen juga kan. Bisa-bisa pendengar lain akan merasa gabut dan akhirnta WALK OUT.
Hahaha.
Yakin deh, kalian pasti pernah kan mengalami hal yang sama?
Memang sih kata “emmm” ini nggak ada artinya. Coba aja cari di KBBI kalau nggak percaya.
Kata ini hanya sebuah senjata yang digunakan untuk ice breaking.
Menurut Nida (2011), ice breaking bisa diartikan sebagai upaya untuk memecahkan atau mencairkan suasana yang kaku seperti es agar lebih mengalir dan santai.
Sebenernya banyak kata-kata lain sih selain “emmm”.
Emmm, apa ya?
Daripada mengulang-ulang kata emmm, kamu bisa menggunakan kata (baik, okay, yeah) agar apa yang kamu bicarakan tidak terdengar garing.
Nah di atas hanya sebuah contoh bagaiman agar obrolanmu di depan publik tidak terkesan monoton.
Selanjutnya, ada beberapa kata yang sebaiknya kamu hindari ketika sedang berbicara.
1. Mungkin
Saat sedang berkomunikasi di mana kamu dipercaya menjadi pembicaranya. Contoh: pidato, presentasi karya, seminar, dll.
Jangan pernah mengatakan “mungkin”.
Sebagai penguasa panggung, kamulah satu-satunya orang yang menjadi pusat perhatian. Ketika kamu bilang ” mungkin”, itu akan menurunkan > 50 % tingkat keyakinan audiens.
Apa artinya?
FIFTY-FIFTY.
Antara ya dan tidak.
Maka dari itu, jangan buat audiens bingung karena argumenmu yang setengah-setengah. Sebaiknya, berargumenlah disertai data-data yang valid dan terpercaya.
Kuncinya: Banyak membaca dan melakukan analisa.
2. Kayaknya
Sama dengan kata “mungkin”. Kayaknya adalah kata yang sering dipakai orang ketika sedang mengobrol.
Dengan mengatakan “kayaknya” itu akan menandakan kalau kamu nggak yakin.
Kalau kamu saja nggak yakin, gimana dengan lawan bicaramu?
Maka dari itu, berusahalah untuk membuang kebiasaan buruk ini. Jika kamu tidak yakin akan pendapatmu.
Berkata “Maaf, saya tidak tahu.” itu lebih baik daripada berkata kayaknya.
3. So?
“Din, tau nggak sih kemarin ada temen kita yang bolos dan nekat lompat pagar kampus lho.” ujar Dini.
“So?”
“Iya, itu mahasiswa yang sok iyes di kampus”
“So?”
A few seconds later.
PLAKKKKK!!!
Sebuah mouse pad melayang tepat ke wajah Dini.
Hahaha…
Kesel kan? Makanya jangan suka bilang So?
4. Terserah
Kata ini pasti udah nggak asing di mata kalian?
Eh telinga ding.
Seorang pria tajir dan wanita materai 6000 datang ke sebuah restoran.
“Sayang, mau makan apa?”
“Terserah dah yang.”
“Minumnya?”
“terserah”
Sesaat kemudian, seorang waiter mengantarkan hidangan.
“Lho kok, cuman nasi + krupuk dan air putih?”
“Lha katanya terserah?”
5. Cuman Becanda
Kita tidak pernah tahu kondisi hati seseorang.
Dengan melakukan hal-hal konyol yang justru melukai hati seseorang, lalu dengan enaknya bilang “cuman becanda” itu rasanya tidak etis.
Sebaiknya, jika ingin membuat lawakan. Lihatlah dulu sikon (situasi dan kondisinya).
Jangan karena ingin diperhatikan, malah berbuat yang tidak pantas.
6. Menurut Anda?
Kata ini nggak bisa dipakai di sembarang tempat.
Akan terkesan tidak sopan bila kita berkata “Menurut Anda” pada seseorang yang kita sendiri tidak tahu kredibilitasnya.
Meminta pendapat orang lain memang bagus, tapi tidak selalu begitu.
7. Menurut saya
Jangan berkata “menurut saya” jika kamu tidak dimintai pendapat secara langsung oleh seseorang.
Menurut saya boleh dipakai jika kamu menambahkannya dengan data-data ilmiah.
Kata ini akan terkesan subyektif bila kamu memaksakan pendapatmu di depan umum. Maka dari itu diperlukan data yang valid untuk mendukung pendapatmu.