Teknologi

Turbin Angin Sumbu Vertikal (TASV), Alternatif Pemanfaatan Green Energy di Masa Depan

Pemanfaatan energi terbarukan di Indonesa hanya sekitar 0,03%, sedangkan potensinya besar, mari melihat potensi pemanfaatan energi angin dengan Turbin Angin Sumbu Vertikal (TASV)

Pemanfaatan energi terbarukan merupakan hal yang sangat menarik untuk ditelusuri lebih dalam. Indonesia kaya dengan sumber daya alamnya seperti panas bumi, matahari, angin, hingga fosil.

Sebagian besar sumber pembangkit energi berasal dari batu bara dan minyak bumi. Hal ini menjadi ironi bagi kita karena tidak tau kapan sumber daya alam tersebut akan habis.

Disamping itu lingkungan terkena dampak akibat kegiatan penambangan tersebut. Deforestasi pembukaan lahan tambang yang menyebabkan oksigen di udara mulai menipis, pemanasan global. Lahan bekas tambang dibiarkan saja tanpa dilakukan naturalisasi kembali.

Transformasi menuju pemanfaatan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan peru dilakukan. Dilansir dari Kompas.com pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia hanya sekitar 0.03% persen saja.

Angin di Indonesia memiliki potensi energi listrik sebesar 978 MW. Salah satu cara untuk pemanfaatan energi terbarukan dengan membuat turbin atau kincir angin.

Kincir angin digunakan di daerah yang memiliki kecepatan angin tinggi dan arah yang relatif konstan. Dengan cara memanfaatkan energi angin dengan skala mikro berupa Turbin Angin Sumbu Vertikal (TASV). 

Turbin Angin Sumbu Vertikal (TASV)

Turbin ini memiliki sumbu berbentuk vertikal. Cara kerja turbin ini juga hampir sama dengan turbin sumbu horizontal. Prinsipnya, merubah energi kinetik gerak untuk menghasilkan energi listrik.

Perbedaan dengan turbin sumbu horizontal

Walaupun cara kerja sama, namun terdapat beberapa perbedaan dalam kedua tipe turbin tersebut. 

1. Efisiensi turbin

Turbin tipe Vertikal memiliki pengurangan efisiensi pada pembangkitan energi listrik. Terdapat “Drag” yang lebih tinggi dibandingkan dengan tipe horizontal. Drag sendiri adalah hambatan pada turbin untuk berputar saat dilalui oleh fluida.

Ketika turbin menerima aliran angin, maka pada bilah yang berlawanan juga akan mencoba memutar ke arah yang berlawanan. Akibat perbedaan bentuk luas penampang, maka turbin tetap berputar mengikuti arah angin.
 

Sedangkan turbin tipe horizontal, apabila menerima aliran angin akan menghadap ke arah datangnya angin. Bentuk dari bilah turbin memaksimalkan pemanfaatan hukum Bernoulli sehingga drag lebih kecil dan efisiensi menjadi tinggi.

Namun hal ini akan berbeda ketika terjadi angin turbulen. Turbin horizontal memerlukan waktu untuk memposisikan arah dari datangnya angin.

Sebuah penelitian dari Clark University (Winslow.R.Andrew,2017), melakukan perbandingan pada kedua jenis turbin tersebut.

Hasilnya terlihat pada tabel berikut :

Tabel perbandingan turbin vertikal dengan horizontal terhadap kecepatan angin

Turbin jenis horizontal menghasilkan power di atas 40 W. Turbin jenis vertikal menghasilkan power di bawah 40 W.

2. Pengaplikasian turbin

Untuk pengaplikasian kedua turbin ini tentu berbeda. Banyak riset dan jurnal yang melakukan perbandingan kedua turbin.

Turbin sumbu vertikal sangat cocok digunakan pada daerah dengan aliran angin turbulen dan skala kecil. Contohnya pada di daerah pesisir pantai atau atap rumah.

Para engineer dan ilmuwan masih melakukan inovasi untuk memaksimalkan turbin ini. Di negara lain penerapan ini mulai dipasang pada jalan raya untuk mensuplai arus listrik ke lampu jalan.

Caranya dengan memanfaatkan efek aerodinamis kendaraan yang melintas. Ditambah back-up system berupa solar sell apabila volume kendaraan yang melintas sedikit.

Sumber: Youtube (https://www.youtube.com/watch?v=MjgIYJ_9aIM)

Turbin sumbu horizontal cocok digunakan didaerah yang memiliki angin yang relatif konstan dengan skala yang besar. Efisiensi turbin ini relatif kecil sehingga dapat memaksimalkan sumber pembangkit nya. Namun, apabila terjadi angin turbulen dari berbagai arah, turbin mengalami delay untuk memposisikan bilah nya menghadap ke arah datang nya angin.

Di Indonesia sendiri turbin sumbu horizontal ini dijadikan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB). Salah satunya berada di Sidrap, Sulawesi selatan. Daerah tersebut memiliki kecepatan angin hingga 10 m/s dengan aliran yang relatif konstan. 

Lokasi : Sidrap, Sulawesi Selatan

3. Perawatan turbin

Turbin vertikal tidak memerlukan tempat yang tinggi dan luas sehingga perawatan nya lebih mudah. Kumparan pembangkit  listrik dapat didekat di tanah.

Drag pada turbin membuat putaran lebih rendah sehingga penggunaan bearing lebih tahan lama. Turbin jenis ini juga tidak menghasilkan bising dan cocok digunakan untuk pemukiman warga.

Penelitian dari Clark University menyebutkan dalam pemasanganya, turbin vertikal tidak mengalami masalah signifikan selama satu tahun. Sedangkan turbin horizontal sudah mengalami permasalahan mekanis dalam kurun waktu 3 bulan.
 

Kontruksi TASV

Posisi rotor, gearbox, dan komponen lainnya sejajar dengan poros turbin horizontal. Hal ini membuat perawatannya memerlukan penurunan turbin.

Turbin ini juga memerlukan kontrol sederhana untuk mengarahkan turbin kearah datang nya angin. Karena semua perangkat pembangkit listrik diletakkan diatas, dibutuhkan kerangka kokoh untuk menopang.

Jadi apakah turbin sumbu horizontal bisa diterapkan di Indonesia?

Share:

0 Komentar