Hidup makin susah, biaya makin tinggi, kerja pun makin langka lowongannya. Nah, 3 (tiga) hal ini bisa dibilang sebagai penyebab utama Hustle Culture merajalela di kalangan anak muda sekarang. Apalagi orang-orang teknik yang dari dulu juga udah terkenal kerjanya keras banget.
Tapi segila-gilanya kamu kerja, jangan sampai deh kamu terjebak di dalam kultur satu ini. Karena banyak yang bilang, hustle culture adalah perbudakan zaman modern bukan karena tuntutan boss. Melainkan karena tuntutan dari society (lingkungan) yang ada. Orang akan dianggap gak produktif, gak berprestasi, dan lainnya. Ada perasaan gagal gak ngelakuin kerjaan mereka sampai larut malam.
Efek dari hustle culture
Apakah jatohnya jadi produktif? Enggak bossku! Faktanya, hustle culture malah bikin banyak orang menunda pekerjaan mereka. Malah mengerjakan pekerjaan lain yang enggak nyambung sama pekerjaan mereka.
Alibi ini dipakai agar mereka bisa terlihat bekerja lebih lama. Makanya, banyak HR yang sering bilang di LinkedIn, kalau nyari kerja itu tuh pastiin jobdescnya. Kalau diberi tugas lain, pastiin kalau emang tugas itu bisa membuat kamu berkembang.
Bukan kamu yang nyari-nyari sendiri tuh jobdesc tambahan. Ya tapi kalau memang pengen lembur untuk dapat duit lebih sih beda lagi ya urgensinya.
Tapi apakah jobdesc utama bisa membuat hustle culture terjadi juga? Tentu saja bisa. Apalagi kalau manajemen yang ada di pabrik/kantor kamu itu gak jelas. Bisa-bisa kamu dapat jobdesc gado-gado yang ujung-ujungnya terjebak dengan hustle culture. Mending kalau gajinya nambah ya.... Kalau enggak???? Kan empet sob!
Cara menghindari hustle culture
Nah, kalau lihat-lihat dari tips para senior yang sering nongol di LinkedIn dan lain-lainnya nih, cara untuk menghindari Hustle Culture ini adalah dengan memberikan batasan jelas antara waktu kerja dengan waktu beristirahat.
Kalau memang ada troubleshooting yang benar-benar belum kelar, itu beda lagi sob!
Bisa juga diinisiasi oleh teman-teman semua nih dengan cara mengadakan sesi olahraga setelah waktu kerja berakhir. Itung-itung jaga kesehatan juga kan dengan membuat batasan antara jam kerja dan setelah kerja.
Intinya sob, kamu boleh aja ngasih sesuatu yang maksimal buat perusahaan. Pastiin kalau perusahaan itu bisa membuatmu kamu berkembang.
Serta boleh-boleh aja punya sampingan di luar jam kerja. Ya, memang ini bisa dianggap sebagai hustle culture juga sih. Jauh lebih mendingan daripada kerja penuh di pabrik, jobdesc dilebih-lebihin biar keliatan produktif, eh gaji mah segitu-segitu aja.