Siapa yang belum menonton Wall-E?
Film yang bercerita tentang bumi post-apokalips yang hancur lebur, polusi di mana-mana, dan manusia sudah tidak ada di bumi. Loh kok bisa? Iya. Entah bagaimana, intinya film Wall-E sendiri menggambarkan manusia hidup di kursi dengan menghadap komputer. Manusia berinteraksi secara digital lebih sering daripada secara sosial.
Idenya terdengar familiar bukan? Hidup di dunia digital seperti Metaverse, memang sedang ramai digandrungi banyak kalangan. Entah kebetulan atau by design, kita telah diperingatkan akan bahaya Metaverse ini lewat film besutan Pixar tahun 2008 ini.
Baca juga : Apa itu Metaverse, Dunia Virtual Masa Depan
Apa saja peringatan dari Wall-E untuk kita?
1. Metaverse akan membuat manusia kehilangan fungsi sosialnya secara nyata
Sepele? Iya, terdengarnya sepele. Tetapi, hal ini adalah suatu hal yang penting. Homo sapiens, atau dengan kata lain spesies kita.
Manusia bisa bertahan hidup karena mengembangkan kemampuan sosialnya. Dengan adanya kemampuan sosial, manusia jadi lebih peduli pada sesama, kesehatan, dan lain sebagainya. Tetapi, bayangkan kalau ini sampai hilang. Hancurlah peradaban.
Film Wall-E menggambarkan bahwa manusia itu adalah makhluk yang lemah. Bahkan, berjalan pun tidak bisa. Apa sebab utamanya? Mereka terpaku dengan teknologi, bahkan sedari lahir.
2. Perkembangan teknologi akan menimbulkan permasalahan sampah dan lingkungan
Pernahkah kalian mencari tahu ke mana sampah handphone bekas kita dibuang? Kalau anda tidak tahu, sama saya pun begitu. Karena nyatanya, kita memang sangat jarang sekali berbicara soal sampah elektronik. Padahal bahayanya bisa ribuan kali lebih gila daripada sampah plastik.
Sayangnya, hal tersebut masih berlangsung hingga saat ini. Ketika kita sangat sibuk dengan isu sampah plastik, global warming, kita melupakan bahaya lain dari perkembangan teknologi.
Hadirnya perkembangan teknologi akan mendorong adanya industrialisasi besar-besaran. Industrialisasi besar-besaran terkadang bukanlah hal yang bagus. Banyak aturan terkait konservasi dan kelestarian alam yang pasti akan dilanggar untuk mendapatkan uang sebesar-besarnya. Dan lagi-lagi, hal ini masih bukan hal besar yang sering kita bicarakan. Padahal dampaknya jelas lebih nyata.
Bisa kita lihat gilanya penambangan mata uang kripto menyebabkan global warming karena penggunaan energi berlebih. Bahkan, banyak negara mulai melarang penambangan kripto akibat isu lingkungan dan energi.
3. Melupakan alam demi teknologi = Bunuh diri
Sadar tidak sadar, ketika manusia mementingkan teknologi daripada alam dan lingkungan, manusia sedang menggali kuburannya sendiri. Memang banyak terobosan dari teknologi yang bisa dipakai untuk menyelamatkan alam. Tetapi ketika kita hendak berubah ke arah sana, tantangannya akan luar biasa.
Contoh nyata dapat kita lihat pada penggunaan energi terbarukan. Banyak negara mulai menggunakan energi terbarukan, namun negara tersebut adalah negara-negara maju.
Negara maju memiliki uang dan juga edukasi yang cukup untuk bertransformasi. Tantangan dan cost terbilang besar. Namun, apakah semua negara memiliki modal yang sama?
Oleh sebab itu, mendahulukan alam sepertinya bukanlah hal yang begitu buruk. Sustainability dalam industri dan juga perkembangan teknologi harus selalu dilakukan.
Meskipun bumi memiliki mekanisme self recovery, di satu titik manusia bisa saja merusak mekanisme itu. Kalau sudah demikian, kita hanya menggali kuburan sendiri.
EPILOG
Maka pada akhirnya kita harus sadar, bahwa hal yang menurut kita adalah kemajuan. Walaupun menyimpan potensi yang dapat membahayakan kita semua. Bumi ini memang bukan kita pemiliknya.
Sebagai mahluk dengan intelejensi tertinggi di planet ini, sudah sewajibnya kita menjaga kelestarian bumi demi mahluk lain yang berperadaban lebih rendah daripada kita.